Here I am

Jumat, 24 Mei 2013

Petuah-petuah Imam Syafi'i (Diambil dari kitab Mawa'idh Imam Syafi'i)

Petuah-petuah Imam Syafi'i
(Diambil dari kitab Mawa'idh Imam Syafi'i)
Mencari tempat tinggal yang tepat 
Janganlah kalian menetap di suatu negeri yang di dalamnya tak ada seorang ulama yang memberikan fatwa tentang agamamu, dan seorang dokter yang memberitahu penyakitmu.Obat penyakit Ujub
Jika kau khawatir terjebak dalam 'ujub
Maka lihatlah siapa yang engkau hadapi saat bersujud,
Pahalakah yang kau maksud?
Azabkah yang kau takut?
Nikmat kesehatan mana yang kau syukuri?
Musibah apa yang kau kufuri?
Jika kau memikirkan salah satu dari hal-hal tersebut akan terlihat kerdil amalanmu.
Ilmu sebelum segala sesuatu
Perdalamlah ilmu agama sebelum kau menjadi pemimpin, karena saat kau menjadi pemimpin maka tak ada lagi waktu untuk mendalami ilmu.Kebanggaan adalah dengan ilmu
Cukuplah ilmu menjadi sebuah keutamaan saat orang yang tak memiliki mengaku-ngaku memilikinya dan merasa senang jika dipanggil dengan gelar ilmuwan.
Cukuplah kebodohan menjadi aib saat orang yang bodoh merasa terbebas darinya dan marah jika digelari dengannya.
Barangsiapa mempelajari Al Qur'an, akan naik harga dirinya.
Barangsiapa mendalami Fikih, akan berkembang kemampuannya.
Barangsiapa menulis Hadits, akan kuat argumentasinya.
Barangsiapa berkecimpung dalam Ilmu Bahasa, akan lembut perasaannya.
Barangsiapa berkecimpung dalam Ilmu Matematika, akan luas akalnya.
Barangsiapa tidak menjaga hawa nafsunya, takkan bermanfaat ilmunya.
Ambisi kekuasaan
Barangsiapa mengejar kekuasaan, ia akan lari darinya. Jika terjadi sesuatu ia akan lupa terhadap ilmu.Harga dunia
Dunia adalah batu yang licin dan kampung yang kumuh. Bangunannya kelak roboh, penduduknya adalah calon penghuni kubur, apa yang dikumpulkan akan ditinggalkan, apa yang dibanggakan akan disesalkan, mengejarnya sulit, meninggalkannya mudah
Dunia hanyalah tempat singgah
Seseorang bertanya kepada Imam Syafi'I: "Mengapa engkau selalu membawa tongkat padahal engkau bukanlah orang yang lemah?" beliau menjawab: "Agar aku selalu teringat bahwa aku adalah seorang musafir".Bahaya ikhtilath (bercampur aduk lelaki-perempuan)
Ketika dalam sebuah rumah tidak dipedulikan istri keluar bersama lelaki lain atau suami keluar bersama wanita lain, maka akan lahirlah anak-anak yang dungu.Sumber penyakit
Kekenyangan dapat memberatkan badan, mengeraskan hati, mengusir kecerdasan, mengundang tidur dan melemahkan semangat ibadah.Ciri-ciri orang mulia
Orang paling mulia adalah yang tidak pernah melihat kemuliaannya. Orang paling utama adalah yang tidak pernah melihat keutamaannya.Orang paling zalim terhadap dirinya sendiri
Orang paling tertipu adalah: yang merendah di hadapan orang yang tidak menghargainya, yang mencintai orang yang tidak bermanfaat baginya, yang bangga dengan pujian orang yang tidak mengenalnya.Menjaga harga diri
Memberitahukan umur kepada orang lain bukanlah termasuk kepribadian terpuji, karena jika ia masih muda akan diremehkan, jika sudah tua akan dilecehkan.Kawan dan lawan adalah suatu kewajaran
Setiap orang pasti ada yang mencintai dan ada yang membenci, maka bergabunglah bersama orang-orang shaleh.Tanda hati yang ikhlas
Jika akar sudah tumbuh di hati, lidah akan mengabarkan cabangnya.Nasehat yang tulus
Barangsiapa menasehati saudaranya ketika sendirian berarti ia mencintainya, barangsiapa menasehatinya dalam keramaian berarti ia membongkar aib dan mengkhianatinya.Berbangga dengan nasab (keturunan)
Kehormatan terletak pada kadar agama bukan keturunan, andaikan kehormatan terletak pada keturunan niscaya tak ada seorang pun yang menandingi kehormatan Fatimah putri Rasulullah saw, atau putri-putri beliau lainnya.Jangan sekali-kali menyakiti hati orang
Bekal paling merugikan untuk di bawa ke akhirat adalah permusuhan.
Menjaga Lisan
Jagalah lidahmu wahai manusia, jangan sampai ia mematukmu karena ia adalah ular.
Berapa banyak kuburan yang dipenuhi oleh korban lidah.
Dahulu teman-temannya enggan berjumpa dengannya.
Imam Syafi'I pernah ditanya: "Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaan?"
Beliau menjawab: "Agar aku dapat memahami mana yang lebih utama, diam atau menjawab pertanyaan"
Cinta Palsu
Barangsiapa mengaku dapat menggabungkan dua cinta dalam hatinya, cinta dunia sekaligus cinta Allah, maka dia telah berdusta.
 
Kau bermaksiat lalu mengaku mencintai-Nya?   ini sungguh mustahil terjadi
Andaikan cintamu itu sejati kau pasti menaati-Nya   Tandanya cinta adalah taat.
Keutamaan mempelajari bahasa Arab
Para ahli bahasa adalah jin-nya manusia, mereka bisa melihat apa yang tidak dapat dilihat oleh orang biasa.Siapakah wali Allah?
Jika para wali Allah bukan berasal dari para ulama yang mengamalkan ilmu mereka, maka aku tidak tahu siapa lagi para wali.Jika orang bodoh mengoceh
Jika orang bodoh mengoceh tak perlu kau jawab   jawaban terbaik adalah diam

Orang dungu mengajakku berbicara dengan kasar      aku enggan menjawabnya
Dia tambah kedunguannya, aku menambah kelembutan   bak kayu yang dibakar dalam api.
Padamkan api dengan air

Ketika aku memaafkan dan menghapuskan kedengkian   jiwaku semakin lega
Aku menyambut orang-orang yang memusuhiku   dengan ucapan selamat.
Lilin: menerangi sekitar namun membakar diri sendiri
Wahai orang yang mencegah sementara dirinya mencebur
Wahai orang yang menghitung usianya dalam desahan nafas
Jagalah ubanmu dari kotoran yang mengotorinya
Karena warna putih itu mudah terkotori
Ibarat buruh yang membawa pakaian orang lain untuk dicuci
Sementara pakaiannya sendiri kotor berlumur noda dan najis
Kau mengharap keselamatan tapi kau enggan menempuh jalannya
Kapal itu tidak berlayar di daratan.
Penyebab lemahnya ingatan
Aku mengadu kepada guruku, Waki', tentang hafalanku yang kacau
Maka ia menasehatiku agar aku menjauhi kemaksiatan
Ia memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah takkan diberikan kepada pelaku maksiat.
Belajar dari kecil hingga mati

Belajarlah! Karena tak seorang pun yang terlahir sebagai ilmuwan
Seorang yang berilmu tak sama dengan orang bodoh
Pembesar suatu kaum jika bodoh akan menjadi kecil saat para pembesar berkumpul
Orang kecil jika pandai akan tampak besar saat berada dalam perkumpulan

Ibadah itu adalah berdagang. Kedainya adalah Khalwat (menyendiri), modalnya adalah Ijtihad (kesungguhan), keuntungannya adalah Surga.
Dunia adalah alam kesibukan, akhirat adalah alam ketakutan. Seseorang akan berada di antara kesibukan dan ketakutan sampai ditentukan tempat kembalinya, ke surga atau neraka.
Dunia ini dari awal sampai akhir hanyalah kegelisahan sesaat. Akankah kau habiskan umurmu untuk menautkan kegelisahan padanya dengan sedikit keuntungan yang kau dapatkan.
Tiga ciri-ciri para wali Allah: mempercayakan segala sesuatu kepada Allah, merasa cukup dari segala sesuatu hanya dengan Allah, dan kembali dalam segala hal hanya kepada Allah.
Pertanda bahwa seseorang belum mencapai suatu derajat ketakwaan adalah ia merasa sudah mencapainya.
Sejauh mana kau mencintai Allah, sejauh itu pulalah kecintaan makhluk terhadapmu. Seberapa jauh ketakutanmu kepada Allah, sejauh itu pulalah kewibawaanmu di hadapan seluruh makhluk. Sejauh mana hatimu terpaut dengan Allah, sejauh itu pulalah keterpautan hati makhluk kepadamu.
Siapapun yang merasa senang hati untuk melayani Allah, Allah akan menjadikan makhluk-Nya merasa senang hati untuk melayaninya. Siapapun yang merasa sejuk hatinya dengan mengingat Allah, Allah akan menjadikan hati makhluk-Nya merasa sejuk dengan memandangnya.
Aku selalu menjauhi tiga golongan manusia: Para ahli ilmu yang lalai, para ahli Qur'an yang membanggakan diri, dan para ahli Tasawwuf yang bodoh.
Suatu hari Hasan Al Bashri mendapatkan berita bahwa seseorang telah menggunjingnya (ghibah). Maka Hasan Al Bashri mendatangi orang tersebut dengan membawa sepiring kue manis, lalu berkata kepadanya: "Saya mendengar bahwa Anda telah menghadiahkan kepada saya pahala Anda, maka hari ini saya ingin membalas kebaikan Anda"

Selasa, 18 Desember 2012

PANDANGAN AL-IRSYAD TENTANG SHALAT JUM'AT DI HARI RAYA

Menyikapi jatuhnya Hari Raya Idul Adha 1433 H yang bertepatan dengan hari Jum’at, maka kembali timbul pertanyaan: “Apakah kita masih wajib mengerjakan shalat Jum’at setelah mengerjakan shalat Id?” Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat beragam pendapat dari para ulama.
Pendapat pertama; Tidak wajib mengerjakan shalat Jum'at, tapi masih berkewajiban shalat zhuhur. Pendapat ini dikenal dalam mazhab Ahmad bin Hanbal (Lihat dalam kitab Al-Mughni juz II, bab 106, karangan Ibnu Qudamah.

Pendapat kedua; Tetap mengerjakan shalat Jum'at mengikuti apa yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. Ini sesuai hadist dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda,
"Pada hari ini (Jum'at), telah berkumpul dua hari raya pada kalian. Maka barangsiapa ingin shalat hari raya, ini sudah mencukupi shalat Jum'atnya (tak lagi wajib dilakukan). Dan sesungguhnya kami akan tetap melaksanakan shalat Jum'at." (HR. Abu Dawud)

Pendapat ini dianut oleh Imam Malik dan Abu Hanifah, dimana mereka berpendapat bahwa apabila 'Id jatuh pada hari Jum'at, maka bagi mukallaf dituntut untuk mengerjakan keduanya. Hukumnya shalat ‘Id adalah sunnah, sedang shalat Jum'at hukumnya wajib. Dan yang sunnah tidak dapat menggugurkan yang wajib.

Pendapat ketiga; Tetap wajib mengerjakan shalat Jumat, tapi kewajiban ini hanya berlaku bagi penduduk kota (ahlul madinah). Adapun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi) yang datang ke kota untuk shalat Id (dan shalat Jumat), sementara di tempatnya tidak diselenggarakan shalat Jumat, maka mereka boleh tidak mengerjakan shalat Jumat (tapi tetap shalat zhuhur).

Pendapat ini dianut oleh Imam Syafi’i, seperti termuat dalam kitabnya Al-Umm, jilid I hal 212 bab Ijtima'ul 'Idaian:
“Apabila terjadi 'Id jatuh pada hari Jum'at, maka bagi orang yang berjauhan tempatnya tidak lagi berkewajiban shalat Jum'at sebagaimana keterangan Utsman (khalifah ketiga) dalam khutbahnya pada suatu hari 'Id yang bertepatan dengan hari Jum'at."

Khalifah Utsman bin Affan ra. pernah menyampaikan khutbah 'Id pada hari Jum'at, yang antara lain:
"Barangsiapa dari Ahli 'Aliyah (pinggiran Madinah) ingin menunggu pelaksanaan Jum'at, ia dipersilahkan menunggu, dan bagi yang ingin pulang dibolehkan pulang." (HR. Imam Malik di dalam Al-Muwattha')

Pendapat keempat; Tidak wajib lagi shalat Jum'at dan tidak pula shalat zhuhur. Ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh an-Nasa'i dan Abu Dawud:

Dari Wahab bin Kisan ra., ia berkata, “Telah berkumpul dua hari raya (Idul Fitri dan Jum'at) pada masa Ibnu Zubair. Kemudian beliau (Ibnu Zubair) menunda waktu shalat 'Id hingga waktu permulaan siang hari. Kemudian ia berkhutbah dan turun dari khutbahnya (selesai khutbah). Dia (Ibnu Zubair) tidak datang memimpin shalat Jum'at pada siang harinya. Kemudian kami tanyakan masalah ini pada Ibnu Abbas, maka dia menjawab, ‘Dia (Ibnu Zubair) telah menjalankan sunnah Nabi saw.’”

KESIMPULAN PENDAPAT:

Membaca dari dalil-dalil dan pendapat tersebut di atas yang mana jika terdapat lebih dari satu pendapat dalam suatu perkara yang sama-sama rajih secara hukum maka akan dipilih pendapat yang lebih memudahkan dalam pelaksanaannya. Untuk itu kami menyimpulkan sebagai berikut:

1. Bagi mereka yang telah melaksanakan shalat ‘Id, maka shalat Jumat menjadi tidak wajib hukumnya, akan tetapi  tetap wajib melaksanakan atau menggantinya dengan shalat zhuhur. Bagaimanapun juga, bagi mereka yg mempunyai kelapangan waktu dan kesempatan, maka sebaiknya mendatangi shalat Jumat.

2. Bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Id, maka hukum shalat Jumat adalah wajib, kecuali terdapat rukhshah, seperti sakit atau lainnya, yang dapat membatalkannya. Jadi di sini hukum shalat Jumat kembali seperti asalnya (wajib).

Wallahu a'lam bishawab.

Demikianlah penjelasan di atas, semoga bermanfaat adanya.

Senin, 17 Desember 2012

Muhasabah Akhir Tahun



Muhasabah Akhir Tahun

KirimPrint
dakwatuna.com - “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Alhasyr [59]: 18).
Setiap Mukmin dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas amalnya. Untuk peningkatan kualitas amal, muhasabah (evaluasi) sangat diperlukan. Tanpa muhasabah tidak akan ada peningkatan kualitas amal. Karena itu, muhasabah menjadi karakter utama pribadi Mukmin, sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas.
Umar bin Khattab, seorang sahabat yang dikenal sebagai Amirul Mukminin pernah mengingatkan umat Islam dengan perkataannya yang sangat populer, “Hasibu anfusakum qobla an tuhasabu.” Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.
Muhasibi, seorang sufi dan ulama besar yang menguasai beberapa bidang ilmu, seperti hadits dan fiqih. Nama lengkapnya Abu Abdillah al-Haris bin Asad al-Basri al-Bagdadi al-Muhasibi. Ketika ia ditanya tentang beberapa hal yang berkaitan dengan soal muhasabah. “Dengan apa jiwa itu dihisab?” Ia menjawab, “Jiwa itu dihisab dengan akal.” Ia ditanya lagi, “Dari mana datangnya hisab itu?” Ia menjawab, “Hisab itu datang dari adanya rasa takut akan kekurangan, hal-hal yang merugikan, dan adanya keinginan untuk menambah keuntungan.”
Muhasabah dalam pandangan Muhasibi, mewariskan nilai tambah dalam berpikir (basirah), kecerdikan, dan mendidik untuk mengambil keputusan yang lebih cepat, memperluas pengetahuan, dan semua itu didasarkan atas kemampuan hati untuk mengontrolnya.
Ketika ditanya, “Dari mana sumber keterlambatan akal dan hati untuk menghisab diri?” Ia menjawab, “Keterlambatan itu disebabkan oleh karena hati. Dalam keadaan demikian hati sangat didominasi oleh kekuatan hawa nafsu dan syahwat yang kemudian menguasai akal, ilmu, dan argumen.”
Ketika ditanya, “Dari mana kebenaran datang?” Ia menjawab, ”Kebenaran itu datang karena pengetahuan kita bahwa Allah SWT Maha Mendengar dan Maha Melihat. Pengetahuan itu merupakan dasar bagi kebenaran dan kebenaran merupakan dasar segala perbuatan baik. Karena kemampuan dan kekuatan kebenaran itulah, seorang hamba dapat meningkatkan segala perbuatan baik dan kebajikannya.”
Muhasabah merupakan kesadaran akal untuk menjaga diri dari pengkhianatan nafsu melalui proses pencarian kelebihan dan kekurangan diri. Karena itu, muhasabah menjadi lampu di hati setiap orang yang melaksanakannya.
Karena itu, momentum pergantian tahun baru Masehi mestinya dijadikan sebagai sarana untuk muhasabatun nafsi (evaluasi diri) atas berbagai amal yang telah dilakukan, agar kehidupan lebih baik dan bermakna di hadapan Allah SWT. Wallahu a’lam.

Ingat, Indonesia Pernah Berutang Pada Palestina





 Ingat, Indonesia Pernah Berutang Pada Palestina
  
– Jakarta. Bangsa Indonesia pernah berutang pada bangsa Palestina semasa awal kemerdekaan di Tahun 1945. Ketua Asia Pacific Community for Palestine (ASPAC) Saiful Bahri di sela Festival Film Palestina di Jakarta, Minggu (16/12/2012), mengungkapkan, selain Mesir dan India, Palestina termasuk entitas pertama yang memberikan pengakuan kemerdekaan Indonesia.
“Sudah sepantasnya kita juga mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina. Ini bukan soal keagamaan Islam semata. Ini perjuangan kemanusiaan,” kata Saiful Bahri yang memperoleh gelar doktor dari Universitas Al Azhar, Cairo.
Dalam acara yang digelar di Jakarta, Saiful mengaku merangkul tokoh-tokoh lintas agama. Dia mengakui, selepas George Habbas, pemuda-pemuda Nasrani Palestina tetap berjuang bersama saudara Muslimnya untuk kemerdekaan bangsa Palestina di negerinya yang diduduki Zionis, Israel. (Marcus Suprihadi/KCM)

Kamis, 13 Desember 2012

Sudah Terujikah Iman Kita



Khutbah Jum’at
Sudah Terujikah Iman Kita
Khutbah Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا. أَمَّابَعْدُ؛
فَإِنْ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia!
Pada kesempatan Jum’at ini, marilah kita merenungkan salah satu firman Allah dalam surat Al-‘Ankabut ayat 2 dan 3:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman kita, adalah kita harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah Subhannahu wa Ta’ala kepada kita, untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan kita dalam menyatakan iman, apakah iman kita itu betul-betul bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati, atau sekedar ikut-ikutan serta tidak tahu arah dan tujuan, atau pernyataan iman kita didorong oleh kepentingan sesaat, ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan seperti yang digambarkan Allah Subhannahu wa Ta’ala dalam surat Al-Ankabut ayat 10:
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: “Kami beriman kepada Allah”, maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah. Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: “Sesungguh-nya kami adalah besertamu.” Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia”?