Here I am

Kamis, 19 Juni 2014

Tafsir Q.S Luqman ayat 12-13 Menurut Para Mufassir


MAKALAH PAI
Tafsir Q.S Luqman ayat 12-13
Menurut Para Mufassir



 
Disusun Oleh :
Al_Wahied_H.U





STIT SIFA BOGOR
SEKOLAH TINGG ILMU TARBIYA
SIROJUL FALAH BOGOR
Jl. Pemda Karadenan Cibinong – Bogor



DAFTAR ISI


Pendahuluan
BAB I
1. 1 Ahmad Mushthafa al- Maraghi ………
 1. 2  Ibnu Katsier………
1.      3  M. ………
 1. 4  Tafsir Fakhru al-Razy……………
1. 5  Muhammad ‘Ali (Tafsir Shafwatu al-Tafaasir)..............
     BAB II
2. 1 Orang tua sebagai Pendidik Pertama Bagi Anak-anaknya........
     2. 2 Tujuan Pendidikan Keluarga Mencapai Martabat Hamba yang    Bersyukur.....
2. 3  Akidah Merupakan Kurikulum Pertama dalam Pendidikan Keluarga…

 BAB III

3.1 Kesimpulan...........
3.2 Penutup dan Saran......
 
Pendahuluan
            Ibadah adalah tindakan untuk mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain ibadah ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju kepada tuhan (Allah) saja.
            Manusia diciptakan oleh tuhan dan hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
            Terkait dengan masalah ibadah, terdapat beberapa golonganhamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
            Diantaranya ada golongan yang berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial, pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.
            Ada pula yang berpendapat bahwa dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana seorang hamba bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.

BAB 1
Kandungan Q.S Luqman ayat 12-13 Menurut Para Mufassir

1. 1 Ahmad Mushthafa al- Maraghi
  
                                                                                                           :Artinya
“Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
(Depag RI, 1989: 654)
Luqman : dia adalah seorang tukang kayu, kulitnya hitam dan dia termasuk di antara penduduk mesir yang berkulit hitam, serta dia adalah orang yang hidup sederhana, Allah swt. telah memberinya hikmah dan menganugerahkan kenabian kepadanya.
Al-Hikmah  : artinya kebijaksanaan dan kecerdikan, dan banyak perkataan bijak yang berasal dari Lukman, antara lain perkataannya kepada anak lelakinya, “Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah lautan yang dalam, dan sesungguhnya banyak manusia yang tenggelam ke dalamnya. Maka jadikanlah perahumu di dunia bertaqwa kepada Allah swt. muatannya iman dan layarnya bertawakkal kepada Allah. Barangkali saja kamu bisa selamat, akan tetapi aku yakin kamu bisa selamat.”  
Dan perkataan Lukman yang lain ialah, “Barang siapa yang dapat mensihati dirinya sendiri, niscaya ia akan mendapat pemeliharaan dari Allah swt. dan barang siapa yang dapat menyadarkan orang lain akan dirinya sendiri, niscaya Allah swt. akan menambah kemuliaan baginya karena hal tersebut. Hina dalam rangka taat kepada Allah swt. lebih baik dari pada membanggakan diri dalam kemaksiatan.
Dan perkataanya yang lain, yaitu, “Hai anakku, janganlah kamu bersikap terlalu manis, karena pasti ditelan, dan janganlah kamu bersikap terlalu pahit karena engkau pasti akan dimuntahkan.”
Dan perkataanya lagi, yaitu, “Hai anakku, jika kamu hendak menjadikan seseorang sebagai teman (saudaramu), maka buatlah dia marah kepadamu sebelum itu, maka ternyata ia bersikap pemaaf terhadap dirimu dia tidak marah, maka persaudarakanlah ia. Dan apabila ia tidak mau memaafkanmu maka hati-hatilah terhadap dirinya.
Asy-syukru : memuji kepada Allah, menjurus kepada perkara yang hak, cinta kebaikan untuk manusia, dan mengarahkan seluruh anggota tubuh serta semua nikmat yang diperoleh kepada ketaatan kepada-Nya.
Pengertian secara umum
Sesudah  Allah swt menjelaskan kerusakan akidah orang-orang musyrik, karena mereka telah mempersekutukan hal-hal yang tidak dapat menciptakan sesuatu dengan Tuhan yang menciptakan segala sesutu, dan setelah Dia menjelaskan bahwa orang musyrik itu adalah orang yang zalim lagi tersesat. Lalu Dia mengiringi hal tersebut dengan penjelasan, bahwa semua nikmat-nikmat-Nya yang tampak jelas di langit dan bumi dan semua nikmat-Nya yang tidak tampak seperti ilmu dan hikmah, semuanya menunjukkan kepada keesaan-Nya. Dan sesunguhnya Allah telah memberikan hal tersebut kepada hamba-hamba-Nya seperti Lukman, yang mana hal-hal tersebut telah tertanam secara fitrah di dalam dirinya, tanpa ada seorang nabi pun yang membimbingnya, dan pula tanpa ada seorang rasul pun yang diutus kepadanya.
 


Dan sesungguhnya Allah swt. telah memberikan hikmah kepada Lukman, yaitu ia selalu bersyukur dan memuji kepada-Nya atas apa yang telah diberikan kepadanya dari karunia-Nya, karena sesungguhnya hanya Dia-lah yang patut untuk mendapat puji dan syukur itu. Di samping itu, Lukman selalu mencintai kebaikan untuk manusia serta mengarahkan semua anggota tubuhnya sesuai dengan bakat yang diciptakan untuknya.

Dan barang siapa bersyukur kepada Allah swt., maka sesungguhnya manfaat dari syukurnya itu kembali kepada dirinya sendiri. Karena sesungguhnya Allah akan melimpahkan kepadanya pahala yang berlimpah sebagai balasan dari-Nya, atas rasa syukurnya dan Dia kelak akan menyelamatkannya dari azab, sebagaimana telah diungkapkan dalam surat al-Ruum ayat 44:
  
“……..Barangsiapa yang kafir, maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa yang beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan).”
Dan barang siapa yang kafir kepada nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya, maka dia sendirilah yang menanggung akibat buruk kekafirannya itu, karena sesungguhnya Allah swt. akan menyiksa dia karena kekafirannya terhadap nikmat-nikmat-Nya itu. Dan Allah Maha Kaya dari rasa syukurnya, karena kesyukurannya itu tidak akan menambahkan apa-apa bagi kekuasaan-Nya, sebagaimana kekafirannya pun tidak akan mengurangi apa-apa bagi kerajaan-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Terpuji dalam segala suasana, apakah hamba kafir atau bersyukur.   
baca
                                                                                                                   
Ingatlah, hai rasul yang mulia, kepad nasihat Lukman terhadap anaknya, karena ia adalah orang yang paling belas kasihan kepada anaknya dan paling mencintainya. Karenanya Lukman memerintah kepada anaknya supaya menyembah Allah swt. semata, dan melarang berbuat syirik (menyekutukan Allah swt. dengan lainnya).
Lukman menjelaskan kepada anaknya, bahwa perbuatan syirik itu merupakan kezaliman yang besar. Syirik dinamakan perbuatan yang zalim, kerena perbuatan syirik itu berarti meletakan sesuatu bukan pada tempatnya. Dan ia dikatakan dosa besar, karena perbuatan itu berarti menyamakan kedudukan Tuhan, yang hanya dari Dia-lah segala nikmat, yaitu Allah swt. dengan sesuatu yang tidak memiliki nikmat apapun, yaitu berhala.
Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadits yang bersumber dari Ibnu Mas’ud telah menceritakan, bahwa ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nyaadalam surat al- An’am ayat 82: 
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Depag RI, 1989: 200)

"Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Sesudah Allah swt. menuturkan apa yang telah diwasiatkan oleh Lukman terhadap anaknya, yaitu supaya ia bersyukur kepada Tuhan Yang telah memberikan semua nikmat, yaitu tiada seorang pun bersekutu dengan-Nya di dalam menciptakan sesuatu. Kemudian Lukman menegaskan bahwasannya syirik itu adalah perbuatan yang buruk. Selanjutnya Allah swt. mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak supaya mereka berbuat baik kepaada kedua orang tuanya, karena sesungguhnya kedua orang tua adalah penyebab pertama bagi keberadaannya di dunia ini.

    1. 2  Ibnu Katsier

Para ulama salaf berikhtilaf mengenai Lukman: apakah dia seorang nabi atau hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian? Mengenai hal ini ada dua pendapat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa dia adalah hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian. Menurut Ibnu Abbas, Lukman adalah seorang hamba kebangsaan Habsyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Sementara Jabir bin Abdillah mengidentifikasi Lukman sebagai orang yang bertubuh pendek dan berhidung pesek. Sedangkan Said bin Musayyab mengatakan bahwa Lukman berasal dari kota Sudan, memiliki kekuatan, dan mendapat hikmah dari Allah swt., namun dia tidak menerima kenabian.
Selanjutnya Ibnu Jarir berpendapat bahwa Lukman adalah seorang hamba sahaya berbangsa Habsyi yang berprofesi sebagai tukang kayu. Suatu kali, majikannya berkata kepada Lukman, “Sembelihlah domba ini untuk kami.” Lalu dia menyembelihnya. Si Majikan berkat, “Ambilah bagian dagingnya yang terbaik.” Lalu Lukman mengambil lidah dan hati domba. Si Majikan diam selama beberapa saat, lalu berkata, “Sembelihlah domba ini untuk kami.” Lalu dia menyembelihnya. Si Majikan berkata, “Ambillah dagingnya yang terburuk.” Lalu Lukman mengambil lidah dan hati domba. Kemudian Si Majikan berkata, “Aku menyuruhmu mengambil dua bagian daging domba yang terbaik, lalu kamu melaksanakannya dan aku menyuruhmu mengeluarkan bagian daging domba yang terburuk, lalu kamu mengambil bagian daging yang sama.” Lukman berkata, “Sesungguhnya tiada perkara yang lebih baik daripada lidah dan hati jika keduanya baik dan tiada perkara yang lebih buruk daripada lidah dan hati jika keduanya buruk.”
Suatu kali dia didatangi seseorang, lalu bertanya, “Apa yang dapat mengantarkanmu kepada kebajikan dalam bertutur?” Lukman menjawab, “Berkata jujur dan tidak mengatakan hal yang tidak penting.”
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa Lukman adalah seorang hamba yang menjadi sahaya, dan kesahayaan menghambatnya untuk menjadi nabi, sebab para rasul yang diutus itu berasal dari kalangan keluarga terpandang di antara kaumnya. Karena itu, mayoritas ulama salaf memandang Lukman bukan seorang nabi.
Lukman pun pernah ditanya ihwal prestasinya yang dicapai. Dia menjawab, “Hai anak saudaraku, jika engkau menyimak apa yang aku katakan kepadamu, kamu pun akan berprestasi seperti aku.” Lalu Lukman berkata, “Aku menjaga pandanganku, menjaga lidahku, menjaga kesucian makananku, memlihara kemaluanku, berkata jujur, memenuhi janjiku, menghormati tamuku, memelihara hubungan baik dengan tetanggaku, dan meninggalkan perkara yang tidak penting. Itulah yang membuat diriku seperti yang kamu lihat.”
Firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Kami telah memberi Lukman hikmah,” yaitu pemahaman, ilmu, tuturan yang baik, dan pemahaman Islam, walaupun dia bukan nabi dan tidak menerima wahyu. “Yaitu, bersyukurlah kepada Allah SWT.” Yakni, Kami menyuruhnya bersyukur kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Mahaagung atas karunia yang diberikan secara khusus kepadanya, tidak diberikan kepada manusia sejenis yang hidup pada masa itu.
Kemudian Allah swt. berfirman, “Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri.” Sesungguhnya manfaat syukur itu berpulang kepada orang-orang yang bersyukur itu sendiri, karena allah swt. berfirman, “Dan barangsiapa yang ingkar maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” Dia tidak membutuhkan hamba dan Dia tidak mendapat mudarat jika seluruh penduduk bumi ingkar sebab Dia tidak membutuhkan perkara selain-Nya. Karena itu, tidak ada tuhan melainkan Allah swt. dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. 
    

Allah Ta’ala memberitahukan tentang pesan Lukman kepada anaknya. Nama lengkap Lukman adalah Lukman bin Anqa’ bin Sadun, sedang anaknya bernama Taran. Demikianlah menurut kisah yang dikemukakan oleh as-Suhaili. Pertama-tama Lukman berpesan agar anaknya menyembah Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian dia mewanti-wanti anakny bahwa “Sesunggunya mempersekutukan itu benar-benar kezaliman yang besar.”. Syirik merupakan perbuatan terzalim di antara kezaliman. Bukhari meriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, tatkala ayat, “orang-orang yang beriman dan mereka tidak mencampuri keimanannya dengan kezaliman. “ diturunkan maka terasa beratlah bagi para sahabat Rasulullah. Mereka berkata, “Siapa di antara kami yang tidak mencampuri keimanannya dengan kezaliman?”, maka Rasulullah bersabda, “Maksud ayat itu bukanlah demikian. Apakah kamu tidak menyimak ucpan Lukman yang berbunyi, “Hai anakku, janganlah menyekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan itu benar-benar merupakan kezaliman yang besar.” (HR. Bukhari)
     Hadits ini pun diriwayatkan oleh Muslim dari al-A’masy
Kemudian Lukman mengiringi pesan beribadah kepada Allah Yang Maha Esa dengan berbuat baik kepada kedua orang tua.   
    
2.      3  M.
Quraish Shihabg dianugerahi oleh Allah SWT. hikmah, sambil menjelaskan beberapa butir hikmah yang pernah beliau sampaikan kepada anaknya. Ayat di atas menyatakan: Dan sesungguhnya Kami Yang Maha Perkasa dan Bijaksana telah menganugerahkan dan mengajarkan juga mengilhami hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah, dan barang siap yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia bersyukur untuk kemaslahatan dirinya sendiri; dan barang siapa yang kufur yakni tidak bersyukur, maka yang merugi adalah dirinya sendiri. Dia sedikitpun tidak merugikan Allah, sebagimana yang bersyukur tidak menguntungkan-Nya, karena sesungguhnya Allah Maha Kaya tidak butuh kepada apapun, lagi Maha terpuji oleh makhluk di langit dan di bumi”. 
Para ulama dalam memberikan makna hikmah sangat bervariasi. Antara lain bahwa hikmah berarti, “Mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal dan, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu.” Begitu tulis al-Baqa’i. seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai hakim. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan /diperhatikan akan menghalangi terjadinya mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali. Karena kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari hikmah. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun, dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hakim(bijaksana).
 Imam al-Ghazali memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang sesuatu yang paling utama – ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung – yakni Allah swt. jika demikian tulis al-Ghazali Allah swt. adalah hakim yang sebenarnya. Karena Dia mengetahui ilmu yang paling abadi. Dzat serta sifat-Nya tidak tergambar dalam benak, tidak juga mengalami perubahan. Hanya Dia juga yang mengetahui wujud yang paling mulia, karena hanya Dia yang mengenal hakikat, dzat, sifat, dan perbuatan-Nya. Jika Allah telah menganugerahkan hikmah kepada seseorang, maka yang dianugerhi memperoleh kebajikan yang banyak.
Kata syukur terambil dari kata syakara yang maknanya berkisar antara lain pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya sesuatu. Syukur manusia kepada Allah swt. dimulai dengan menyadari dari lubuk hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehandaki-Nya dari penganugerahan itu.
Firman-Nya:  an usykur lillah adalah hikmah itu sendiri yang dianugerhkan kepadanya itu. Anda tidak perlu menimbulkan dalam benak Anda kalimat: Dan Kami katakan kepadanya: “Bersyukurlah kepada Allah.” Demikian telis Thabaathabai. Dan begitu juga banyak pendapat ulama antar lain al-Baqa’i yang menulis bahwa “Walaupun dari segi redaksional ada kalimat Kami katakan kepadanya, tetapi makna akhirnya adalah Kami anugerahkan kepadanya syukur.” Sayyid Quthub menulis bahwa “Hikmah, kandungan, dan konsekuensinya adalah syukur kepada Allah swt.”
Bahwa hikmah adalah syukur, karena dengan bersyukur seperti dikemukakan di atas, seseorang mengenal Allah swt. dan mengenal anugerh-Nya. Dengan mengenal Allah seseorang akan kagum dan patuh kepada-Nya, dan dengan mengenal dan mengetahui fungsi anugerh-Nya, seseorang akan memiliki pengetahuan yang benar, lalu atas dorongan kesyukuran itu, ia akan melakukan amal yang sesuai dengan pengetahuannya, sehingga amal yang lahir adalah amal yang tepat pula.
    Setelah ayat yang lalu menguraikan hikmah yang dianugerahkan kepada Lukman yang intinya adalah kesyukuran kepada Allah, dan yang tercermin pada pengenalan terhadap-Nya, kini melalui ayat di atas dilukiskan pengamalan hikmah itu oleh Lukman, serta pelestariannya kepada anaknya. Ini pun mencerminkan kesyukuran beliau atas anugerah itu. Kepada nabi Muhammmad saw. atau siapa saja, diperintah untuk merenungkan anugerah Allah swt. kepada Lukman serta mengingatkan orang lain. Ayat ini berbunyi: Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya dalam keadaan dia dari saat ke saat menasihatinya bahwa wahai anakku sayang! Janganlah engkau mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan jangan juga mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir maupun batin. Persekutuan yang  jelas maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya syirik yakni mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang sangat besar. Itu adalah penempatan sesuatu yang sangat agung pada tempat yang sangat buruk.
Lukman yang disebut oleh surah ini adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang Arab mengenal dua tokoh yang bernama Lukman. Pertama Lukman Ibn ‘Ad. Tokoh ini mereka agungkan karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan, dan kepandaiannya. Ia kerap kali dijadikan sebagai permisilan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Lukman al-Hakim yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaan-perumpamaannya. Agaknya dialah yang dimaksud oleh surah ini.
Diriwayatkan bahwa Suwayd ibn ash-Shamit suatu ketika datang ke Mekah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat dikalangan masyarakatnya. Lalu Rasulullah mengajaknya untuk memeluk Islam. Suwayd berkata kepada Rasulullah, “Mungkin apa yang ada padamu itu sama dengan apa yang ada padaku.” Rasulallah berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia menjawab, “Kumpulan Hikmah Lukman.”  Kemudian Rasulullaah berkata , “Tunjukkanlah padaku.”  Suwayd pun menunjukkannya, lalu Rasulullah berkata, “Sesungguhnya perkataan yang amat baik!  Tetapi apa yang ada padaku lebih baik dari itu. Itulah al-Quran yang diturunkan Allah kepadaku untuk menjadi petunjuk dan cahaya.”  Rasulullah lalu membacakan al-Quran kepadanya dan mengajaknya memeluk Islam.
Banyak pendapat mengenai siapa Lukmanul Hakim. Ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari Nuba, dari penduduk Ailah. Ada juga yang menyebutnya dari Etiopia. Pendapat lain mengatakan bahwa ia berasal dari Mesir Selatan yang berkulit hitam. Ada lagi yang mengatakan bahwa ia seorang Ibrani. Proifesinya pun di perselisihkan. Ada yang mengatakan dia penjahit, atau pekerja pengumpul kayu, atau tukang kayu atau juga penggembala.
         Hampir semua yang menceritakan riwayatnya sepakat bahwa Lukman bukan seorang Nabi. Hanya sedikit yang berpendapat bahwa ia termasuk salah seorang Nabi. Kesimpulan lain yang dapat diambil dari riwayat yang menyebutkannya adalah bahwa ia bukan orang Arab. Ia adalah seorang yang sangat bijak. Ini pun dinyatakaan oleh al-Quran sebagaimana terbaca di atas. 
    Kata  ya’izhuhu terambil dari kata yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat, sebagaimana dipahami dari bentuk kata kerja masa kini dan pada kata
Sementara ulama yang memahami kata  dalam arti ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman berpendapat bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak Lukman itu adalah seorang musyrik, sehingga sang ayah yang menyandang hikmah itu terus menerus menasihatinya sampai akhirnya sang anak mengakui tauhid. Hemat penulis, pendapat yang antara lain dikemukakan oleh Thahir Ibn Ashur ini sekedar dugaan yang tidak memiliki dasar yang kuat. Nasihat dan ancaman tidak harus dikaitkan dengan kemusyrikin. Di sisi lain bersangka baik terhadap anak Lukman jauh lebih baik daripada bersangka buruk.
  Kata   bunayya adalah patron yang menggambarkan kemungilan. Asalnya adalah                 ibny, dari kata ibn yakni anak lelaki. Pemungilan tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap peserta didik.
  Lukman memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/mempersekutukan Allah SWT.  Larangan ini sekaligus mengandung pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan. Bahwa pesannya berbentuk larangan, jangan mempersekutukan Allah untuk menekan perlunya meninggalkan sesuatu yang buruk sebelum melaksanakan yang baik. Memang
(menyingkirkan keburukan lebih utama daripada menyandang perhiasan)
Pada ayat ini ada perbedaan pendapat dalam masalah Lukman. Muhammad bin Ishaq menyatakan bahwa Lukman Ibnu Baa’uura bin Nahur bin Tarih adalah Ajar bapaknya Nabi Ibrahim. As-Suhaili menyatakan Lukman bin ‘Anqa bin Sarun dari Nauba ahli Ailah. Wahab menyatakan bahwa Lukman adalah anak laki-laki saudara perempuannya Nabi Ayyub. Muqotil mengatakan, Lukman adalah anak laki-laki bibinya nabi Ayyub.
  Al-Zamahsyari mengatakan, Lukman yang ada pada ayat ini adalah Lukman bin Baa’uura yaitu anak laki-laki saudaranya Nabi Ayyub atau anak laki-laki bibinya Nabi Ayyub. Ada yang berpendapat Lukman adalah anaknya Ajar, dia hidup 1000 tahun dan berjumpa dengan Nabi Daud, bahkan Nabi Daud menimba ilmu darinya, Lukman adalah seorang ahli fatwa sebelum Daud diutus menjadi Nabi. Al-Waqidi berkata, Lukman adalah seorang hakim di Bani Israil. Sa’id ibnu Mussayab mengatakan Lukman adalah berkulit hitam dari pinggir kota Sudan, Allah memberinya hikmah tidak kenabian, oleh karena itu Jumhur ahli ta’wil menyatakan Lukman adalah seorang wali bukan nabi. Ikrimah dan Sya’bi berpendapat Lukman adalah nabi, oleh karena itu hikmah di sini adalah hikmah kenabian. Adapun yang benar adalah dia seorang laki-laki yang bijaksana dengan hikmah dari Allah yaitu benar dalam I’tiqad, fiqh, agama, dan akalnya- hakim di Bani Israil, berkulit hitam, telapak kakinya pecah-pecah, tebal kedua bibirnya, ini pendapat Ibnu Abbas dan yang lainnya. Diriwayatkan dari hadits Ibnu Umar , berkata, “Saya mendengar Rasulallah berkata, Lukman bukan nabi, beliau seorang hamba yang banyak berfikir, bagus keyakinannya, mencintai Allah, sehingga Allah mencintainya.”
  Dalam masalah pekerjaan Lukman ada perbedaan pendapat. Said bin Musayyab mengatakan dia seorang tukang jahit. Pendapat lain dia pencari kayu bakar, penggembala. Khalid ar- Rabai mengatakan dia adalah tukang kayu  

       As-Suhaili berkata, nama putra Lukman adalah Tsaran. Al-kalabi mengatakan namanya Miskam. Menurut pendapat lain namanya An’am. Al-Qusyairi mengatakan anak dan istrinya kafir, ia terus menerus menasihati sehingga mereka masuk Islam.

          Dalam sahih Muslim dan yang lainnya diterima dari Abdillah, Abdillah berkata, “Ketika turun ayat
 
          Maka para sahabat merasa berat, mereka berkata, “Siapa di antara kita yang tidak berbuat zalim?”, Rasul berkata, “Zalim di sini bukanlah yang seperti kalian kira, zalim di sini sebagaimana yang dikatakan Lukman kepada putranya “Wahai anakku janganlah menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah kezaliman yang besar.”
Ada perbedaan pendapat dalam penggalan firman Allah

          Ada pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini adalah perkataan Lukman. Pendapat lain mengatakan  penggalan ayat ini adalah  berita dari Allah.

    1. 4  Tafsir Fakhru al-Razy
 
          Ketika Allah menjelaskan rusak aqidahnya mereka (orang-orang musyrik), karena penolakan mereka dengan menyekutukan Allah kepada sesuatu yang tidak bisa menciptakan apapun, dan menjelaskan bahwa musyrik adalah kezaliman dan kesesatan. Kemudian Allah menjelaskan kisah Lukman yang dikaruniai hikmah.
 Hikmah adalah pertolongan untuk beramal sesuai dengan ilmu, sehingga orang yang dimampukan beramal sesuai dengan ilmu sungguh ia telah diberi hikmah. Dan kami berikan definisi hikmah adalah amaliahnya sesuai dengan pengetahuannya, sehingga apabila seseorang mempelajari sesuatu dan tidak mengetahui maslahat dan madarat yang dipelajarinya tidak termasuk hakim bahkan termasuk pembohong.
  Manusia apabila mengetahui dua perkara, maka salah satunya pasti lebih diprioritaskan. Apabila yang diprioritaskan itu, perbuatannya sesuai dengan ilmunya , ini dinamakan hikmah.
 Pada ayat ini ada beberapa masalah yang lembut:
    1. Allah menjelaskan adanya hikmah dengan perintah bersyukur
2. Bersyukur harus terus menerus setiap waktu karena nikmat Allah pun terus  menerus
3. Manfaat syukur adalah untuk diri orang yang bersyukur

 Ayat ini di’atafkan dengan makna ayat sebelumnya, maknanya “Kami berikan Lukman hikmah ketika Kami jadikan dia orang yang bersyukur kepada dirinya dan ketika Kami jadikan penasihat untuk yang lain”. Ini menunjukkan bahwa tingginya martabat manusia yaitu dengan menyempurnakan dirinya dan penyempurna bagi yang lainnya. Dalam hal ini Lukman memberikan petunjuk kepada anaknya, dan yang paling pertama dia memulai dengan permasalahan yang sangat penting yaitu mencegah dari kemusyrikan. Kemusyrikan merupakan perbuatan zalim yakni menempatkan diri yang mulia dan terhormat dalam ibadah kepada yang hina atau menempatkan ibadah bukan pada tempatnya (selain Allah).
 1. 5  Muhammad ‘Ali (Tafsir Shafwatu al-Tafaasir)
  
  Allah telah memberikan hikmah kepada Lukman, yaitu sesuai dengan ucapan, benar dalam cara pandang, berbicara sesuai dengan kebenaran. Mujahid mengatakan hikmah adalah faham dan berfikir serta sesuai dengan ucapan. Al-Qurthubi mengatakan, menurut jumhur berita yang sahih bahwa Lukman adalah hakim bukan nabi, di dalam sebuah hadits dikatakan Lukman bukan seorang nabi, tetapi ia adalah seorang hamba yang banyak tafakur, bagus keyakinannya, mencintai Allah sehingga Allah pun mencintainya dan Allah menganugerahkan hikmah.
 Barangsiapa yang bersyukur kepada Allah, maka pahala sukurnya akan kembali kepada dirinya. Karena Allah tidak mengambil keuntungan dari syukurnya seseorang dan tidak jadi mudarat dengan kafirnya seseorang.
 Kemudian Allah menuturkan sebagian nasihat Lukman kepada anaknya diawali dengan memberikan peringatan keras dari berbuat syirik.
   Berikanlah peringatan bagi umatmu tentang nasihat Lukmanul Hakim
terhadap anaknya, ketika ia memberikan wejangan, nasihat, dan petunjuk, “Wahai anakku jadilah kamu orang yang berakal dan janganlah menyekutukan Allah dengan seseorang, baik manusia, patung ataupun anak”. Sesungguhnya musyrik itu perbuatan jelek dan kezaliman yang nyata. Karena syirik menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Siapapun yang menyamakan antara khalik dan makhluk, antara Tuhan dan patung – ia tidak diragukan lagi termasuk orang yang paling bodoh dan jauh dari akal yang berfikir dan hikmah.                                                  
BAB 11
Essensi Kisah Lukman berdasarkan  Q.S Luqman Ayat 12-13
 Menurut Para Mufassir

2. 1 Orang tua sebagai Pendidik Pertama Bagi Anak-anaknya
  Dalam kisah tersebut, Lukmanul Hakim sebagai manusia biasa ditampilkan sebagai sosok pendidik yang sedang mendidik anaknya. Kata kunci yang menjelaskan profil pendidik dalam kisah tersebut adalah kata al-hikmah yang dimiliki Lukman. Dengan diawali harfu taukid (lam dan Qod), Allah swt. menegaskan bahwa Lukman benar-benar telah diberi hikmah. Sebuah kalam yang diawali taukid lebih dari satu menunjukkan bahwa kalam tersebut harus mendapat perhatian yang cukup serius dan kajian yang mendalam.
  Utsman bin Jinni (dalam Ahmad, N. 2007: 158), berpendapat bahwa huruf-huruf yang digunakan dalam kosa kata ayat-ayat al-Quran bukan kebetulan. Dan pada umumnya kosa kata bahasa Arab terdiri dari tiga huruf mati yang dibentuk dengan berbagai bentuk. Meskipun ketiga huruf tersebut disimpan pada posisi yang berbeda, tetapi mempunyai makna dasar yang sama. Bila teori tersebut diterapkan dalam pencarian kata al-hikmah, maka dapat dipaparkan sebagi berikut:kata al-hikmah mempunyai tiga huruf, yakni ha, kaf, dan mim.
  Menurut Ibnu Manzhur (dalam Ahmad, N. 2007: 159) , kata al-hikmah berakar dari kata kerja hakama, yang mempunyai makna dasar menolak, menjaga, atau mengendalikan. Dalam komunitas Arab, jika ada yang nengucapkan ahkamtu fulanan, hal ini bisa diartikan “Saya menolak mengadili si fulan karena dia tidak berbuat jahat.” Hakamtu al-baita (saya menjaga rumah), hakamtu al-farasa (saya mengendalikan kuda supaya tidak lari kencang). Dalam sebuah hadits riwayat an-Nakha’i dikatakan, “Hakim il-yatiima kamaa tuhakkimu waladak.” (didiklah anak yatim itu sebagaimana kamu mendidik anakmu). Dalam bentuk ism, Ibnu Manzhur menjelaskan bahwa kata hikmah mempunyai kesamaan makna dengan: pertama, al-hakamah (kendali yang dipakai pada mulut kuda supaya joki bisa mengendalikan kudanya). Kedua, al-hukm, (aturan yang digunakan untuk membentengi orang yang berbuat sewenang-wenang). Orang berwenamg menegakkan hukum disebut al-hakim, sedangkan yang mengendalikan pemerintahan disebut al-hukumah. Ketiga, al-kamhu (kendali kuda). Kata ini disusun dengan urutan kaf, mim, dan ha; al-hikmah itu sendiri diartikan dengan kata al-adl (keadilan), al-‘ilm (ilmu pengetahuan), al-fiqh (kecerdasan), al-mutqin (profesional) dan al ma’rifah (bijak).
  Sementara itu, dalam al-Quran kata hikmah terulang sebanyak dua puluh kali, yang kesemuanya dapat dikelompokkan menjadi empat. Yaitu:
      1.     Hikmah yang mengandung arti sunah (surah al-Ahzab: 34, al-Baqarah: 231 dan an-Nisaa: 113)
      2.     Hikmah dalam arti kenabian (surah al-Baqarah: 251, as-Syu’ara: 21, an-Nisaa:    54, al-Qashas: 14, dan Shad: 20)
      3.     Hikmah dalam pengertian metode atau pendekatan (surah an-Nahl: 125). Dalam hal ini, Al-Maraghi berpendapat bahwa hikmah pada ayat tersebut mengandung arti menyampaikan al-haq (kebenaran) dengan didasari ilmu dan akal. Sementara Muhammad Natsir menjelaskan, hikmah dalam ayat tersebut dengan kemampuan seseorang untuk memilih cara yang tepat dalam menyampaikan pesan sesuai dengantuntutan situasi dan kondisi.
       4.    Hikmah dalam arti ilmu yang benar dan sehat (surat al-baqarah: 269).  Dalam mengapresiasi ayat tersebut, Al-Maraghi berpendapat bahwa hikmah berarti ilmu yang bermanfaat dan tertanam dalam jiwa serta mendorong kepad amal untuk kebahagiaan dunia dan akhirat. Sementara menurut Muhammad ‘Abduh, hikmah adalah memahamkan rahasia dan faidah tiap-tiap sesuatu. Menurut Rasyid Ridha, hikmah adalah ilmu yang shahih, yang menggerakan kemauan untuk mengamalkan sesuatu yang bermanfaat. Lebih lanjut, Wahbah Zuhaily menjelaskan kata hikmah dalam ayat tersebut dengan mengutip pendapat As-Sa’di yang menyatakan bahwa hikmah adalah nubuwwah (kenabian); Ibnu ‘Abbas, yang menyatakan bahwa hikmah adalah tafaqquh fi-addin (memahami agama); Qatadah, yang menyatakan bahwa hikmah adalah tafaqquh fil-quran (memahami al-Quran); Mujahid, yang mendefinisikan bahwa hikmah adalah menyampaikan al-haq (kebenaran)dengan dasar ilmu dan akal; dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa hikmah adalah kecerdasan dalam beragama. Sedang Malik bin Anas menjelaskan bahwa hikmah adalah pemahaman yang benar terhadap agama yang dibarengi ketaatan.
  Sementara itu, Mulla Shadra (dalam Ahmad, N. 2007: 160), mengelompokkan kata hikmah dalam al-Quran menjadi empat pengertian, yaitu:
1. Hikmah bisa berarti nasihat-nasihat al-Quran, sebagaimana firman Allah dalam Q.S an-Nisaa ayat 113   

Artinya:
Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena) Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.”( Depag RI, 1989: 140)

Dalam surat ‘Ali Imran ayat 164

:Artinya
Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.(Depag RI, 1989: 104)

2. Hikmah yang mengandung arti pemahaman dan ilmu. Hal ini dapat dilihat    dalam firman-Nya dalam Q.S Maryam: 12
  
Artinya:
Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah (kenabian atau pemahaman) selagi ia masih kanak-kanak,” (Depag RI, 1989: 463)
Dalam Q.S Luqman: 12
 
Artinya:
Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".(Depag RI, 1989: 654)

Dan dalam Q.S al-An’am: 89

 
:Artinya
Mereka Itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan kenabian jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, Maka Sesungguhnya Kami akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan mengingkarinya.(Depag RI, 1989: 201)

3. Hikmah dalam pengertian kenabian
Dalam Q.S al-Baqarah: 251

Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut, kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (kenabian) (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.(Depag RI, 1989: 61)

 4.     Hikmah bisa berarti al-Quran yang di dalamnya mengandung keajaiban dan dipenuhi rahasia-rahasianya. Hal ini bisa dicermati dalam firman-Nya dalam Q.S an-Nahl: 125

  
                                                                                                                   :Artinya
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dan yang batil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk

Dalam Q.S al-Baqarah: 269


Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).

       Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kisah Lukman muncul sebagai petunjuk bagi orang tua dalam mendidik anaknya. Karena orang tua merupakan pendidik pertama bagi anak-anaknya, maka ia harus mempunyai sifat:
1.  Shidiq, yang berarti jujur. Sifat shidiq ini mencakup: pertama,jujur terhadap        diri sendiri dalam arti keterbukaan jiwa dan tidak pernah mau menggadaikan makna hidupnya untuk perbuatan yang bertentangan dengan keyakinan. Kedua, jujur terhadap orang lain; dalam arti berkata dan berbuat benar, juga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk orang lain. Ketiga, jujur kepada Allah swt., dalam arti seluruh kegiatan termotivasi hanya untuk ibadah kepada-Nya. Dari shidiq inilah para guru bertanggungjawab kepada Allah swt.
2. Istiqamah. Sifat terpuji ini meliputi tiga tahapan: pertama, taqwim yang berarti menegakkan atau membentuk sesuatu. Taqwim ini menyangkut kedisiplinan hidup. Kedua, iqomah yang berarti penyempurnaan proses. Ketiga, istiqamah yang berarti tinakan yang mendekatkandiri kapada Allah swt. dari sikap istiqamah ini akan melahirkan guru kreatif yang berdedikasi tinggi dan menjadi teladan anak didiknya.
3. Fathanah, yang berarti kecerdasan. Kecerdasan ini meliputi kecerdasan intelektual, emosional, dan terutama spritual. Dari guru yang memiliki fathanah demikian akan melahirkan anak-anak cerdas dan berakhlak mulia.
4. Amanah, bisa dipercaya, menghormati, dihormati, dan memberi rasa nyaman kepada orang lain. Jika seorang guru, ia memberi rasa damai kepada muridnya; jika orang tua, ia memberi rasa aman kepada anknya; dan jika pemerintah memberi rasa aman kepada rakyatnya.
5. Tabligh, menyampaikan. Sifat tabligh yang harus dimiliki para pendidik meliputi: pertama, kemampuan berkomunikasi dengan peserta didik (communication skill). Kedua, kepemimpinan (leader ship). Ketiga, pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya insani (human ressources development). Dan keempat, kemampuan diri untuk mengelola sesuatu (managerial skill).
 2. 2 Tujuan Pendidikan Keluarga Mencapai Martabat Hamba yang    Bersyukur
  Tujuan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam pendidikan, terlebih dalam pendidikan anak. Dengan adanya tujuan, orang tua akan mempunyai orientasi dan dengannya pula akan mempermudah dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Jika dalam mendidik anaknya seorang bapak tidak mempunyai tujuan yang jelas, sudah dapat dipastikan ia akan tersesat dan menyesatkan. Berkaitan dengan hal ini, dalm surah Luqman ayat 12-13, kata kunci yang berkaitan dengan tujuan adalah kata asykur yang termaktub setelah kata al-hikmah. Kata asykur mempunyai tiga huruf dasar yakni syin, kaf, dan ra, yang mengandung makna dasar bergerak, tumbuh, dan berkembang.
  Menurut Ibnu Manzhur, dari ketiga huruf tersebut terbentuk kata: Pertama, syakira, yang biasa digunakan untuk binatang unta betina yang mulai tumbuh susunya. Jika orang Arab mengatakan, “Syakir un-naqata,” artinya unta betina itu berkembang dengan baik. Kedua, syakkara, yang berarti tumguh tunas. Kalau orang Arab mengatakan, “Syakkar an-nabat,” artinya tanaman itu mulai bertunas atau berkembang. Ketiga, isytakara, yang berarti bertiup dengan kencang. Jika orang Arab mengatakan, “Isytakar ar-riyahu,” artinya: angin bertiup dengan kencang. Keempat, syakir, artinya rambut atau bulu yang baru tumbuh dan bila kata sykir diidopatkan kepada kata sesudahnya seperti sykur ul-baqarah, artinya anak unta yang baru dilahirkan. Kelima, kasyira, yang berarti orang yang lari dengan kencang. Keenam, kasyara, berarti orang yang menggerakkan giginya atau nyengir. Kedelapan, asyakuru, yang berarti kemaluan wanita.
  Sementara itu al-Maraghi menerjemahkan kata as-syukru dengan at-thaa’atu (keta’atan). Sedangkan Wahbah Zuhayli mendefinisikan syukur dengan memuji dan taat kepada Allah serta menggunakan seluruh anggota badan dalam kegiatan yang diridhai Allah. Berbeda dengan al-Maraghi dan Wahbah Zuhayli, ‘Abdurrahman al-Maqdisi menjelaskan pengertian as-syukru dengan bersandar pada hadits riwayat al-Bukhari dari ‘Aisyah. Pada suatu malam Rasulullah melaksanakan shalat malam sangat lama, sehingga terlihat kakinya bengkak. ‘Aisyah bertanya, “Ya Rasul, bukankah Allah telah mengampuni dosamu yang laliu maupun yang akan datang?”. Rasul pun menjawab, “Afalaa akuunu “abdan syakuura?”. Berdasarkan hadits tersebut, syukur didefinisikan dengan menggunakan seluruh nikmat pada tempat yang diridhai Allah, baik dengan hati, lisan maupun anggota badan lainnya. Senada dengan al-Maqdisi, al-Jurjani menjelaskan bahwa syukur adalah mengerhkan seluruh potensi untuk beribadah kepada Allah. Kalau as-syaakir adalah orang yang bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan, sedangkan as-syakuur adalah orang yang bersabar ketika mendapatkan musibah.
  Jika konsep syukur dikaitkan dengan tujuan pendidikan  pada umumnya dan pendidikan keluarga pada khususnya, maka dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan menurut ayat ini adalah menumbuhkembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak dalam ketaatan kepada Allah (Ahmad, N. 2007: 165)
2. 3  Akidah Merupakan Kurikulum Pertama dalam Pendidikan Keluarga
  Pada ayat 12 Allah menjelaskan profil Lukman sebagai manusia biasa, bukan nabi, namun ia memperoleh anugerah al-hikmah dari Allah. Dengan al-hikmah ia mendidik anaknya menjadi hamba Allah yang senantias bersyukur. Langkah-langkah Lukman dalam upaya mencapai ‘abdan syakuura dijelaskan dalam ayat 13 sampai ayat 19. namun kalau kita lihat rangkaian pembelajaran yang dilakukan Lukman, yang pertama disampaikan adalah materi aqidah, yaitu larangan berbuat syirik
                                                                                                                      :Artinya
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.

  Isi kurikulum pertama yang disampaikan Lukman pada putranya adalah keimanan dengan larangan berbuat syirik kepada Allah. Menurut Ibnu Manzhur, kata asy-syirku (syaraka) terdiri dari tiga huruf: syin, ra, dan kaf. Kata yang dibangun oleh  ketiga huruf tadi mempunyai arti bercampur. Dari kata-kata tersebut terbentuk kata: pertama, asy syirkatu, yang berarti perkumpulan atau perusahaan patungan. Kedua, asy-syaraka,yang berarti tali yang dianyam menjadi jala atau perangkap. Ketiga, lathaamun syuraakiyyun, yang artinya tamparan yang dikombinasi dengan pukulan. Keempat, syurukun, yang berarti jalan yang bercabang. Kelima, syarika, yang berarti putus tali ikatan. Keenam, rajulun musytarikun, berarti orang yang mengigau. Dari makna dasar ini, Saleh Fauzan mendefinisikan asy-syirku (syirik) dengan penyimpangan dalam ibadah kepada Allah. Selanjutnya Fauzan membagi syirik menjadi dua macam: Pertama, syirik akbar, yakni yang dapat mengeluarkan seseorang dari agama Islam; dan kedua, syirik asghar, yakni penyimpangan dalam perilaku beribadah. Larangan syirik yang disertai ancaman merupakan keharusan hanya taat dan bertauhid kepada Allah. Jika ayat larangan syirik dikaitkan dengan dengan konsep taskhir dalam surah Luqman ayat 20, maka dapat dipahami bahwa syirik berarti manusia tunduk kepada alam atau dikuasai alam; dan jika manusia dikuasai alam, maka diidentikan dengan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Padahal, tauhid menuntut manusia yang harus menguasai alam. Konsekuensi dari tauhid: manusia harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berdasar hukum alam sehingga benar-benar menjadi khlifah di muka bumi.
  Dari segi redaksi, ayat tersebut diawali dengan kata yaa bunayya. Dalam bahasa Arab ini termasuk at-tasghir lil-isyfaq wa tahabbub, yaitu panggilan kesayangan yang menunjukkan rasa cinta amat dalam dari orang tua kepada anaknya. Ayat ini mengindikasikan bahwa seorang pendidik yang baik harus memahami karakteristik anak didiknya serta menghargainya dengan baik. Larangan beruat syirik diungkapkan dengan fiil mudhari, yang mengindikasikan lil-istimrar, dalam arti sejak dini para pendidik harus menciptakan lingkungan yang kondusif agar terbebas dari situasi dan kondisi yang menjerumuskan pada kemusyrikan, serta mendorong anak didiknya agar terus menerus mencari ilmu.(Ahmad, N. 2007: 166)