MAKALAH PAI
Tafsir Q.S Luqman ayat 12-13
Menurut Para Mufassir
Disusun
Oleh :
Al_Wahied_H.U
STIT SIFA
BOGOR
SEKOLAH TINGG ILMU TARBIYA
SEKOLAH TINGG ILMU TARBIYA
SIROJUL
FALAH BOGOR
Jl.
Pemda Karadenan Cibinong – Bogor
DAFTAR
ISI
Pendahuluan
BAB I
1.
1 Ahmad Mushthafa al- Maraghi ………
1. 2 Ibnu Katsier………
1.
3 M. ………
1. 4 Tafsir Fakhru
al-Razy……………
1. 5
Muhammad ‘Ali (Tafsir Shafwatu al-Tafaasir)..............
BAB II
2. 1 Orang tua
sebagai Pendidik Pertama Bagi Anak-anaknya........
2. 2 Tujuan Pendidikan Keluarga Mencapai
Martabat Hamba yang Bersyukur.....
2. 3 Akidah Merupakan
Kurikulum Pertama dalam Pendidikan Keluarga…
BAB III
3.1 Kesimpulan...........3.2 Penutup dan Saran......
Pendahuluan
Ibadah adalah tindakan untuk
mematuhi perintah dan menjauhi larangan tuhan (Allah) dengan kata lain ibadah
ialah suatu orientasi dari kehidupan dan orientasi tersebut hanya tertuju
kepada tuhan (Allah) saja.
Manusia diciptakan oleh tuhan dan
hanya berorientasikan kepada penciptanya yaitu (Allah), sang pencipta yang
menumbuhkan dan mengembangkan manusia, Dia yang memelihara, menjaga dan
mendidik manusia, Dia pula yang memberi petunjuk kepada manusia, oleh karena
itu hanya kepada Dia manusia menyembah.
Terkait dengan masalah ibadah,
terdapat beberapa golonganhamba Allah yang sama-sama mengaku sebagai seorang
hamba yang taat beribadah. Mereka memiliki berbagai pengertian yang berbeda
dalam memahami apa hakikat dari ibadah.
Diantaranya ada golongan yang
berpendapat bahwa ibadah itu adalah sikap taat dan ketertundukan seorang hamba
kepada sang Kholiqnya dalam rangka Ta'abbud kepada-Nya. Akan tetapi mereka
kurang memperhatikan hal-hal kecil diluar itu yang terkait dengan ibadah sosial,
pergaulan ataupun sikap toleransi dalam sitiap situasi.
Ada pula yang berpendapat bahwa
dalam ibadah yang menjadi titik tekan adalah bagaimana seorang hamba
bersungguh-sungguh tatkala mengerjakan sesuatu, dan sesuatu tersebut bernilai
ibadah apabila ia tulus. Akan tetapi mereka acapkali menyepelekan ibadah
mahdhoh, seperti sholat, puasa dan lain-lain.
BAB 1
Kandungan Q.S Luqman ayat 12-13
Menurut Para Mufassir
1.
1 Ahmad Mushthafa al- Maraghi
:Artinya
“Dan Sesungguhnya telah Kami berikan
hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa
yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji".
(Depag RI,
1989: 654)
Luqman
: dia adalah seorang tukang kayu,
kulitnya hitam dan dia termasuk di antara penduduk mesir yang berkulit hitam,
serta dia adalah orang yang hidup sederhana, Allah swt. telah memberinya hikmah
dan menganugerahkan kenabian kepadanya.
Al-Hikmah : artinya kebijaksanaan dan
kecerdikan, dan banyak perkataan bijak yang berasal dari Lukman, antara lain
perkataannya kepada anak lelakinya, “Hai anakku, sesungguhnya dunia itu adalah
lautan yang dalam, dan sesungguhnya banyak manusia yang tenggelam ke dalamnya.
Maka jadikanlah perahumu di dunia bertaqwa kepada Allah swt. muatannya iman dan
layarnya bertawakkal kepada Allah. Barangkali saja kamu bisa selamat, akan
tetapi aku yakin kamu bisa selamat.”
Dan perkataan
Lukman yang lain ialah, “Barang siapa yang dapat mensihati dirinya sendiri,
niscaya ia akan mendapat pemeliharaan dari Allah swt. dan barang siapa yang
dapat menyadarkan orang lain akan dirinya sendiri, niscaya Allah swt. akan
menambah kemuliaan baginya karena hal tersebut. Hina dalam rangka taat kepada
Allah swt. lebih baik dari pada membanggakan diri dalam kemaksiatan.
Dan perkataanya
yang lain, yaitu, “Hai anakku, janganlah kamu bersikap terlalu manis, karena
pasti ditelan, dan janganlah kamu bersikap terlalu pahit karena engkau pasti
akan dimuntahkan.”
Dan perkataanya
lagi, yaitu, “Hai anakku, jika kamu hendak menjadikan seseorang sebagai teman
(saudaramu), maka buatlah dia marah kepadamu sebelum itu, maka ternyata ia
bersikap pemaaf terhadap dirimu dia tidak marah, maka persaudarakanlah ia. Dan
apabila ia tidak mau memaafkanmu maka hati-hatilah terhadap dirinya.
Asy-syukru : memuji
kepada Allah, menjurus kepada perkara yang hak, cinta kebaikan untuk manusia,
dan mengarahkan seluruh anggota tubuh serta semua nikmat yang diperoleh kepada
ketaatan kepada-Nya.
Pengertian secara umum
Sesudah Allah swt menjelaskan
kerusakan akidah orang-orang musyrik, karena mereka telah mempersekutukan
hal-hal yang tidak dapat menciptakan sesuatu dengan Tuhan yang menciptakan
segala sesutu, dan setelah Dia menjelaskan bahwa orang musyrik itu adalah orang
yang zalim lagi tersesat. Lalu Dia mengiringi hal tersebut dengan penjelasan,
bahwa semua nikmat-nikmat-Nya yang tampak jelas di langit dan bumi dan semua nikmat-Nya
yang tidak tampak seperti ilmu dan hikmah, semuanya menunjukkan kepada
keesaan-Nya. Dan sesunguhnya Allah telah memberikan hal tersebut kepada
hamba-hamba-Nya seperti Lukman, yang mana hal-hal tersebut telah tertanam
secara fitrah di dalam dirinya, tanpa ada seorang nabi pun yang membimbingnya,
dan pula tanpa ada seorang rasul pun yang diutus kepadanya.
Dan sesungguhnya Allah swt. telah
memberikan hikmah kepada Lukman, yaitu ia selalu bersyukur dan memuji
kepada-Nya atas apa yang telah diberikan kepadanya dari karunia-Nya, karena
sesungguhnya hanya Dia-lah yang patut untuk mendapat puji dan syukur itu. Di
samping itu, Lukman selalu mencintai kebaikan untuk manusia serta mengarahkan
semua anggota tubuhnya sesuai dengan bakat yang diciptakan untuknya.
Dan barang siapa bersyukur kepada
Allah swt., maka sesungguhnya manfaat dari syukurnya itu kembali kepada dirinya
sendiri. Karena sesungguhnya Allah akan melimpahkan kepadanya pahala yang
berlimpah sebagai balasan dari-Nya, atas rasa syukurnya dan Dia kelak akan
menyelamatkannya dari azab, sebagaimana telah diungkapkan dalam surat al-Ruum
ayat 44:
“……..Barangsiapa yang kafir, maka
dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barangsiapa yang
beramal saleh, maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang
menyenangkan).”
Dan barang siapa yang kafir kepada
nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya, maka dia sendirilah yang
menanggung akibat buruk kekafirannya itu, karena sesungguhnya Allah swt. akan
menyiksa dia karena kekafirannya terhadap nikmat-nikmat-Nya itu. Dan Allah Maha
Kaya dari rasa syukurnya, karena kesyukurannya itu tidak akan menambahkan
apa-apa bagi kekuasaan-Nya, sebagaimana kekafirannya pun tidak akan mengurangi
apa-apa bagi kerajaan-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Terpuji dalam segala suasana,
apakah hamba kafir atau bersyukur.
baca
baca
Ingatlah, hai rasul yang mulia,
kepad nasihat Lukman terhadap anaknya, karena ia adalah orang yang paling belas
kasihan kepada anaknya dan paling mencintainya. Karenanya Lukman memerintah
kepada anaknya supaya menyembah Allah swt. semata, dan melarang berbuat syirik
(menyekutukan Allah swt. dengan lainnya).
Lukman menjelaskan kepada anaknya,
bahwa perbuatan syirik itu merupakan kezaliman yang besar. Syirik dinamakan
perbuatan yang zalim, kerena perbuatan syirik itu berarti meletakan sesuatu
bukan pada tempatnya. Dan ia dikatakan dosa besar, karena perbuatan itu berarti
menyamakan kedudukan Tuhan, yang hanya dari Dia-lah segala nikmat, yaitu Allah
swt. dengan sesuatu yang tidak memiliki nikmat apapun, yaitu berhala.
Imam Bukhari telah meriwayatkan
sebuah hadits yang bersumber dari Ibnu Mas’ud telah menceritakan, bahwa ketika
ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nyaadalam surat al- An’am ayat 82:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Depag RI, 1989: 200)
"Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Sesudah Allah swt. menuturkan apa
yang telah diwasiatkan oleh Lukman terhadap anaknya, yaitu supaya ia bersyukur
kepada Tuhan Yang telah memberikan semua nikmat, yaitu tiada seorang pun
bersekutu dengan-Nya di dalam menciptakan sesuatu. Kemudian Lukman menegaskan
bahwasannya syirik itu adalah perbuatan yang buruk. Selanjutnya Allah swt.
mengiringi hal tersebut dengan wasiat-Nya kepada semua anak supaya mereka
berbuat baik kepaada kedua orang tuanya, karena sesungguhnya kedua orang tua
adalah penyebab pertama bagi keberadaannya di dunia ini.
1. 2 Ibnu
Katsier
Para ulama salaf berikhtilaf
mengenai Lukman: apakah dia seorang nabi atau hamba Allah yang saleh tanpa
menerima kenabian? Mengenai hal ini ada dua pendapat. Mayoritas ulama
berpendapat bahwa dia adalah hamba Allah yang saleh tanpa menerima kenabian.
Menurut Ibnu Abbas, Lukman adalah seorang hamba kebangsaan Habsyi yang berprofesi
sebagai tukang kayu. Sementara Jabir bin Abdillah mengidentifikasi Lukman
sebagai orang yang bertubuh pendek dan berhidung pesek. Sedangkan Said bin
Musayyab mengatakan bahwa Lukman berasal dari kota Sudan, memiliki kekuatan,
dan mendapat hikmah dari Allah swt., namun dia tidak menerima kenabian.
Selanjutnya Ibnu Jarir berpendapat
bahwa Lukman adalah seorang hamba sahaya berbangsa Habsyi yang berprofesi
sebagai tukang kayu. Suatu kali, majikannya berkata kepada Lukman,
“Sembelihlah domba ini untuk kami.” Lalu dia menyembelihnya. Si Majikan berkat,
“Ambilah bagian dagingnya yang terbaik.” Lalu Lukman mengambil lidah dan hati
domba. Si Majikan diam selama beberapa saat, lalu berkata, “Sembelihlah domba
ini untuk kami.” Lalu dia menyembelihnya. Si Majikan berkata, “Ambillah
dagingnya yang terburuk.” Lalu Lukman mengambil lidah dan hati domba. Kemudian
Si Majikan berkata, “Aku menyuruhmu mengambil dua bagian daging domba yang
terbaik, lalu kamu melaksanakannya dan aku menyuruhmu mengeluarkan bagian
daging domba yang terburuk, lalu kamu mengambil bagian daging yang sama.”
Lukman berkata, “Sesungguhnya tiada perkara yang lebih baik daripada lidah dan
hati jika keduanya baik dan tiada perkara yang lebih buruk daripada lidah dan
hati jika keduanya buruk.”
Suatu kali dia
didatangi seseorang, lalu bertanya, “Apa yang dapat mengantarkanmu kepada
kebajikan dalam bertutur?” Lukman menjawab, “Berkata jujur dan
tidak mengatakan hal yang tidak penting.”
Dari keterangan
di atas jelaslah bahwa Lukman adalah seorang hamba yang menjadi sahaya, dan
kesahayaan menghambatnya untuk menjadi nabi, sebab para rasul yang diutus itu
berasal dari kalangan keluarga terpandang di antara kaumnya. Karena itu,
mayoritas ulama salaf memandang Lukman bukan seorang nabi.
Lukman pun
pernah ditanya ihwal prestasinya yang dicapai. Dia menjawab, “Hai anak
saudaraku, jika engkau menyimak apa yang aku katakan kepadamu, kamu pun akan
berprestasi seperti aku.” Lalu Lukman berkata, “Aku menjaga pandanganku,
menjaga lidahku, menjaga kesucian makananku, memlihara kemaluanku, berkata
jujur, memenuhi janjiku, menghormati tamuku, memelihara hubungan baik dengan
tetanggaku, dan meninggalkan perkara yang tidak penting. Itulah yang membuat
diriku seperti yang kamu lihat.”
Firman Allah
Ta’ala, “Sesungguhnya Kami telah memberi Lukman hikmah,” yaitu pemahaman, ilmu,
tuturan yang baik, dan pemahaman Islam, walaupun dia bukan nabi dan tidak
menerima wahyu. “Yaitu, bersyukurlah kepada Allah SWT.” Yakni, Kami menyuruhnya
bersyukur kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Mahaagung atas karunia yang
diberikan secara khusus kepadanya, tidak diberikan kepada manusia sejenis yang
hidup pada masa itu.
Kemudian Allah
swt. berfirman, “Barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk dirinya sendiri.” Sesungguhnya manfaat syukur itu berpulang kepada
orang-orang yang bersyukur itu sendiri, karena allah swt. berfirman, “Dan
barangsiapa yang ingkar maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.”
Dia tidak membutuhkan hamba dan Dia tidak mendapat mudarat jika seluruh penduduk
bumi ingkar sebab Dia tidak membutuhkan perkara selain-Nya. Karena itu, tidak ada tuhan
melainkan Allah swt. dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya.
Allah Ta’ala
memberitahukan tentang pesan Lukman kepada anaknya. Nama lengkap Lukman adalah
Lukman bin Anqa’ bin Sadun, sedang anaknya bernama Taran. Demikianlah menurut
kisah yang dikemukakan oleh as-Suhaili. Pertama-tama Lukman berpesan agar
anaknya menyembah Allah Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Kemudian dia
mewanti-wanti anakny bahwa “Sesunggunya mempersekutukan itu benar-benar
kezaliman yang besar.”. Syirik merupakan perbuatan terzalim di antara
kezaliman. Bukhari meriwayatkan dari Abdullah, dia berkata, tatkala ayat,
“orang-orang yang beriman dan mereka tidak mencampuri keimanannya dengan
kezaliman. “ diturunkan maka terasa beratlah bagi para sahabat Rasulullah.
Mereka berkata, “Siapa di antara kami yang tidak mencampuri keimanannya dengan
kezaliman?”, maka Rasulullah bersabda, “Maksud ayat itu bukanlah demikian.
Apakah kamu tidak menyimak ucpan Lukman yang berbunyi, “Hai anakku, janganlah
menyekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan itu benar-benar merupakan
kezaliman yang besar.” (HR. Bukhari)
Hadits ini pun diriwayatkan oleh Muslim dari al-A’masy
Kemudian Lukman mengiringi pesan
beribadah kepada Allah Yang Maha Esa dengan berbuat baik kepada kedua orang
tua.
2.
3 M.
Quraish
Shihabg dianugerahi oleh Allah SWT. hikmah, sambil menjelaskan beberapa butir
hikmah yang pernah beliau sampaikan kepada anaknya. Ayat di atas menyatakan:
Dan sesungguhnya Kami Yang Maha Perkasa dan Bijaksana telah menganugerahkan dan
mengajarkan juga mengilhami hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada
Allah, dan barang siap yang bersyukur kepada Allah, maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk kemaslahatan dirinya sendiri; dan barang siapa yang kufur yakni
tidak bersyukur, maka yang merugi adalah dirinya sendiri. Dia sedikitpun tidak
merugikan Allah, sebagimana yang bersyukur tidak menguntungkan-Nya, karena
sesungguhnya Allah Maha Kaya tidak butuh kepada apapun, lagi Maha terpuji oleh
makhluk di langit dan di bumi”.
Para ulama dalam memberikan makna hikmah sangat bervariasi. Antara lain
bahwa hikmah berarti, “Mengetahui
yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Ia
adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal
dan, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu.” Begitu tulis al-Baqa’i.
seorang yang ahli dalam melakukan sesuatu dinamai hakim. Hikmah juga
diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan /diperhatikan akan menghalangi
terjadinya mudarat atau kesulitan yang lebih besar dan atau mendatangkan
kemaslahatan dan kemudahan yang lebih besar. Makna ini ditarik dari kata hakamah, yang berarti kendali. Karena
kendali menghalangi hewan/kendaraan mengarah ke arah yang tidak diinginkan atau
menjadi liar. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai adalah perwujudan dari
hikmah. Memilih perbuatan yang terbaik dan sesuai dari dua hal yang buruk pun,
dinamai hikmah dan pelakunya dinamai hakim(bijaksana).
Imam al-Ghazali memahami kata hikmah dalam arti pengetahuan tentang
sesuatu yang paling utama – ilmu yang paling utama dan wujud yang paling agung
– yakni Allah swt. jika demikian tulis al-Ghazali Allah swt. adalah hakim yang sebenarnya. Karena Dia
mengetahui ilmu yang paling abadi. Dzat serta sifat-Nya tidak tergambar dalam
benak, tidak juga mengalami perubahan. Hanya Dia juga yang mengetahui wujud
yang paling mulia, karena hanya Dia yang mengenal hakikat, dzat, sifat, dan
perbuatan-Nya. Jika Allah telah menganugerahkan hikmah kepada seseorang, maka
yang dianugerhi memperoleh kebajikan yang banyak.
Kata syukur terambil dari kata syakara
yang maknanya berkisar antara lain pada pujian atas kebaikan, serta penuhnya
sesuatu. Syukur manusia kepada Allah swt. dimulai dengan menyadari dari lubuk
hatinya yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan
ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya, dan dorongan
untuk memuji-Nya dengan ucapan sambil melaksanakan apa yang dikehandaki-Nya
dari penganugerahan itu.
Firman-Nya: an usykur lillah adalah hikmah itu
sendiri yang dianugerhkan kepadanya itu. Anda tidak perlu menimbulkan dalam
benak Anda kalimat: Dan Kami katakan kepadanya: “Bersyukurlah kepada Allah.”
Demikian telis Thabaathabai. Dan begitu juga banyak pendapat ulama antar lain
al-Baqa’i yang menulis bahwa “Walaupun dari segi redaksional ada kalimat Kami katakan kepadanya, tetapi makna
akhirnya adalah Kami anugerahkan
kepadanya syukur.” Sayyid Quthub menulis bahwa “Hikmah, kandungan, dan
konsekuensinya adalah syukur kepada Allah swt.”
Bahwa hikmah adalah syukur, karena
dengan bersyukur seperti dikemukakan di atas, seseorang mengenal Allah swt. dan
mengenal anugerh-Nya. Dengan mengenal Allah seseorang akan kagum dan patuh
kepada-Nya, dan dengan mengenal dan mengetahui fungsi anugerh-Nya, seseorang
akan memiliki pengetahuan yang benar, lalu atas dorongan kesyukuran itu, ia
akan melakukan amal yang sesuai dengan pengetahuannya, sehingga amal yang lahir
adalah amal yang tepat pula.
Setelah ayat yang
lalu menguraikan hikmah yang dianugerahkan kepada Lukman yang intinya adalah
kesyukuran kepada Allah, dan yang tercermin pada pengenalan terhadap-Nya, kini
melalui ayat di atas dilukiskan pengamalan hikmah itu oleh Lukman, serta
pelestariannya kepada anaknya. Ini pun mencerminkan kesyukuran beliau atas
anugerah itu. Kepada nabi Muhammmad saw. atau siapa saja, diperintah untuk
merenungkan anugerah Allah swt. kepada Lukman serta mengingatkan orang lain.
Ayat ini berbunyi: Dan ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya dalam keadaan dia dari saat ke saat menasihatinya bahwa wahai anakku sayang! Janganlah engkau
mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dan jangan juga
mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir maupun batin. Persekutuan
yang jelas maupun yang tersembunyi. Sesungguhnya
syirik yakni mempersekutukan
Allah adalah kezaliman yang sangat besar.
Itu adalah penempatan sesuatu yang sangat agung pada tempat yang sangat buruk.
Lukman yang disebut oleh surah ini
adalah seorang tokoh yang diperselisihkan identitasnya. Orang Arab mengenal dua
tokoh yang bernama Lukman. Pertama Lukman Ibn ‘Ad. Tokoh ini mereka agungkan
karena wibawa, kepemimpinan, ilmu, kefasihan, dan kepandaiannya. Ia kerap kali
dijadikan sebagai permisilan dan perumpamaan. Tokoh kedua adalah Lukman al-Hakim
yang terkenal dengan kata-kata bijak dan perumpamaan-perumpamaannya. Agaknya
dialah yang dimaksud oleh surah ini.
Diriwayatkan bahwa Suwayd ibn
ash-Shamit suatu ketika datang ke Mekah. Ia adalah seorang yang cukup terhormat
dikalangan masyarakatnya. Lalu Rasulullah mengajaknya untuk memeluk Islam.
Suwayd berkata kepada Rasulullah, “Mungkin apa yang ada padamu itu sama dengan
apa yang ada padaku.” Rasulallah berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia menjawab,
“Kumpulan Hikmah Lukman.” Kemudian Rasulullaah berkata , “Tunjukkanlah
padaku.” Suwayd pun menunjukkannya, lalu Rasulullah berkata,
“Sesungguhnya perkataan yang amat baik! Tetapi apa yang ada padaku lebih
baik dari itu. Itulah al-Quran yang diturunkan Allah kepadaku untuk menjadi
petunjuk dan cahaya.” Rasulullah lalu membacakan al-Quran kepadanya dan
mengajaknya memeluk Islam.
Banyak pendapat mengenai siapa Lukmanul Hakim. Ada yang
mengatakan bahwa ia berasal dari Nuba, dari penduduk Ailah. Ada juga yang
menyebutnya dari Etiopia. Pendapat lain mengatakan bahwa ia berasal dari Mesir
Selatan yang berkulit hitam. Ada lagi yang mengatakan bahwa ia seorang Ibrani.
Proifesinya pun di perselisihkan. Ada yang mengatakan dia penjahit, atau
pekerja pengumpul kayu, atau tukang kayu atau juga penggembala.
Hampir
semua yang menceritakan riwayatnya sepakat bahwa Lukman bukan seorang Nabi.
Hanya sedikit yang berpendapat bahwa ia termasuk salah seorang Nabi. Kesimpulan
lain yang dapat diambil dari riwayat yang menyebutkannya adalah bahwa ia bukan
orang Arab. Ia adalah seorang yang sangat bijak. Ini pun dinyatakaan oleh
al-Quran sebagaimana terbaca di atas.
Kata ya’izhuhu terambil dari kata yaitu
nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga
yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman.
Penyebutan kata ini sesudah kata dia
berkata untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau
sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami
dari panggilan mesranya kepada anak. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa
nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat, sebagaimana dipahami dari bentuk
kata kerja masa kini dan pada kata
Sementara ulama yang memahami kata dalam arti
ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman berpendapat bahwa kata tersebut
mengisyaratkan bahwa anak Lukman itu adalah seorang musyrik, sehingga sang ayah
yang menyandang hikmah itu terus menerus menasihatinya sampai akhirnya sang
anak mengakui tauhid. Hemat penulis, pendapat yang antara lain dikemukakan oleh
Thahir Ibn Ashur ini sekedar dugaan yang tidak memiliki dasar yang kuat.
Nasihat dan ancaman tidak harus dikaitkan dengan kemusyrikin. Di sisi lain
bersangka baik terhadap anak Lukman jauh lebih baik daripada bersangka buruk.
Kata bunayya adalah patron yang menggambarkan
kemungilan. Asalnya
adalah
ibny, dari kata ibn yakni anak lelaki. Pemungilan
tersebut mengisyaratkan kasih sayang. Dari sini kita dapat berkata bahwa ayat
di atas memberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih
sayang terhadap peserta didik.
Lukman
memulai nasihatnya dengan menekankan perlunya menghindari
syirik/mempersekutukan Allah SWT. Larangan ini sekaligus mengandung
pengajaran tentang wujud dan keesaan Tuhan. Bahwa pesannya berbentuk larangan,
jangan mempersekutukan Allah untuk menekan perlunya meninggalkan sesuatu yang
buruk sebelum melaksanakan yang baik. Memang
(menyingkirkan
keburukan lebih utama daripada menyandang perhiasan)
Pada ayat ini ada perbedaan pendapat
dalam masalah Lukman. Muhammad bin Ishaq menyatakan bahwa Lukman Ibnu Baa’uura
bin Nahur bin Tarih adalah Ajar bapaknya Nabi Ibrahim. As-Suhaili
menyatakan Lukman bin ‘Anqa bin Sarun dari Nauba ahli Ailah. Wahab menyatakan
bahwa Lukman adalah anak laki-laki saudara perempuannya Nabi Ayyub. Muqotil
mengatakan, Lukman adalah anak laki-laki bibinya nabi Ayyub.
Al-Zamahsyari mengatakan, Lukman yang ada pada ayat ini adalah Lukman bin
Baa’uura yaitu anak laki-laki saudaranya Nabi Ayyub atau anak laki-laki bibinya
Nabi Ayyub. Ada yang berpendapat Lukman adalah anaknya Ajar, dia hidup 1000
tahun dan berjumpa dengan Nabi Daud, bahkan Nabi Daud menimba ilmu darinya,
Lukman adalah seorang ahli fatwa sebelum Daud diutus menjadi Nabi. Al-Waqidi
berkata, Lukman adalah seorang hakim di Bani Israil. Sa’id ibnu Mussayab
mengatakan Lukman adalah berkulit hitam dari pinggir kota Sudan, Allah
memberinya hikmah tidak kenabian, oleh karena itu Jumhur ahli ta’wil menyatakan
Lukman adalah seorang wali bukan nabi. Ikrimah dan Sya’bi berpendapat Lukman
adalah nabi, oleh karena itu hikmah di sini adalah hikmah kenabian. Adapun yang
benar adalah dia seorang laki-laki yang bijaksana dengan hikmah dari Allah
yaitu benar dalam I’tiqad, fiqh, agama, dan akalnya- hakim di Bani Israil,
berkulit hitam, telapak kakinya pecah-pecah, tebal kedua bibirnya, ini pendapat
Ibnu Abbas dan yang lainnya. Diriwayatkan dari hadits Ibnu Umar , berkata,
“Saya mendengar Rasulallah berkata, Lukman bukan nabi, beliau seorang hamba
yang banyak berfikir, bagus keyakinannya, mencintai Allah, sehingga Allah
mencintainya.”
Dalam
masalah pekerjaan Lukman ada perbedaan pendapat. Said bin Musayyab mengatakan
dia seorang tukang jahit. Pendapat lain dia pencari kayu bakar, penggembala.
Khalid ar- Rabai mengatakan dia adalah tukang kayu
As-Suhaili
berkata, nama putra Lukman adalah Tsaran. Al-kalabi
mengatakan namanya Miskam. Menurut pendapat lain namanya An’am. Al-Qusyairi
mengatakan anak dan istrinya kafir, ia terus menerus menasihati sehingga mereka
masuk Islam.
Dalam sahih Muslim dan yang lainnya diterima dari Abdillah, Abdillah berkata,
“Ketika turun ayat
Maka
para sahabat merasa berat, mereka berkata, “Siapa di antara kita yang tidak
berbuat zalim?”, Rasul berkata, “Zalim di sini bukanlah yang seperti kalian
kira, zalim di sini sebagaimana yang dikatakan Lukman kepada putranya “Wahai
anakku janganlah menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan Allah kezaliman
yang besar.”
Ada perbedaan pendapat dalam penggalan firman Allah
Ada
pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini adalah perkataan Lukman. Pendapat lain
mengatakan penggalan ayat ini adalah berita dari Allah.
1. 4 Tafsir Fakhru al-Razy
Ketika Allah menjelaskan rusak aqidahnya mereka (orang-orang musyrik), karena
penolakan mereka dengan menyekutukan Allah kepada sesuatu yang tidak bisa
menciptakan apapun, dan menjelaskan bahwa musyrik adalah kezaliman dan
kesesatan. Kemudian Allah menjelaskan kisah Lukman yang dikaruniai hikmah.
Hikmah
adalah pertolongan untuk beramal sesuai dengan ilmu, sehingga orang yang
dimampukan beramal sesuai dengan ilmu sungguh ia telah diberi hikmah. Dan kami
berikan definisi hikmah adalah
amaliahnya sesuai dengan pengetahuannya, sehingga apabila seseorang mempelajari
sesuatu dan tidak mengetahui maslahat dan madarat yang dipelajarinya tidak
termasuk hakim bahkan termasuk pembohong.
Manusia apabila mengetahui
dua perkara, maka salah satunya pasti lebih diprioritaskan. Apabila yang
diprioritaskan itu, perbuatannya sesuai dengan ilmunya , ini dinamakan hikmah.
Pada ayat ini
ada beberapa masalah yang lembut:
1. Allah menjelaskan adanya hikmah
dengan perintah bersyukur
2. Bersyukur
harus terus menerus setiap waktu karena nikmat Allah pun terus menerus
3. Manfaat syukur adalah untuk diri orang yang bersyukur
Ayat ini di’atafkan dengan makna ayat sebelumnya, maknanya “Kami berikan
Lukman hikmah ketika Kami jadikan dia orang yang bersyukur kepada dirinya dan
ketika Kami jadikan penasihat untuk yang lain”. Ini menunjukkan bahwa tingginya
martabat manusia yaitu dengan menyempurnakan dirinya dan penyempurna bagi yang
lainnya. Dalam hal ini Lukman memberikan petunjuk kepada anaknya, dan yang
paling pertama dia memulai dengan permasalahan yang sangat penting yaitu
mencegah dari kemusyrikan. Kemusyrikan merupakan perbuatan zalim yakni
menempatkan diri yang mulia dan terhormat dalam ibadah kepada yang hina atau
menempatkan ibadah bukan pada tempatnya (selain Allah).
1. 5
Muhammad ‘Ali (Tafsir Shafwatu al-Tafaasir)
Allah telah memberikan hikmah
kepada Lukman, yaitu sesuai dengan ucapan, benar dalam cara pandang, berbicara
sesuai dengan kebenaran. Mujahid mengatakan hikmah adalah faham dan berfikir
serta sesuai dengan ucapan. Al-Qurthubi mengatakan, menurut jumhur berita yang
sahih bahwa Lukman adalah hakim bukan nabi, di dalam sebuah hadits dikatakan
Lukman bukan seorang nabi, tetapi ia adalah seorang hamba yang banyak tafakur,
bagus keyakinannya, mencintai Allah sehingga Allah pun mencintainya dan Allah
menganugerahkan hikmah.
Barangsiapa
yang bersyukur kepada Allah, maka pahala sukurnya akan kembali kepada dirinya.
Karena Allah tidak mengambil keuntungan dari syukurnya seseorang dan tidak jadi
mudarat dengan kafirnya seseorang.
Kemudian
Allah menuturkan sebagian nasihat Lukman kepada anaknya diawali dengan
memberikan peringatan keras dari berbuat syirik.
Berikanlah peringatan bagi umatmu tentang nasihat Lukmanul Hakim
terhadap anaknya, ketika ia memberikan wejangan, nasihat,
dan petunjuk, “Wahai anakku jadilah kamu orang yang berakal dan janganlah
menyekutukan Allah dengan seseorang, baik manusia, patung ataupun anak”.
Sesungguhnya musyrik itu perbuatan jelek dan kezaliman yang nyata. Karena
syirik menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Siapapun yang menyamakan
antara khalik dan makhluk, antara Tuhan dan patung – ia tidak diragukan lagi
termasuk orang yang paling bodoh dan jauh dari akal yang berfikir dan
hikmah.
BAB 11
Essensi Kisah Lukman berdasarkan
Q.S Luqman Ayat 12-13
Menurut Para Mufassir
2. 1 Orang tua
sebagai Pendidik Pertama Bagi Anak-anaknya
Dalam kisah tersebut, Lukmanul Hakim sebagai manusia biasa
ditampilkan sebagai sosok pendidik yang sedang mendidik anaknya. Kata kunci
yang menjelaskan profil pendidik dalam kisah tersebut adalah kata al-hikmah yang dimiliki Lukman. Dengan
diawali harfu taukid (lam dan Qod), Allah swt. menegaskan
bahwa Lukman benar-benar telah diberi hikmah. Sebuah kalam yang diawali taukid lebih dari satu menunjukkan bahwa
kalam tersebut harus mendapat perhatian yang cukup serius dan kajian yang
mendalam.
Utsman bin Jinni (dalam Ahmad, N. 2007: 158),
berpendapat bahwa huruf-huruf yang digunakan dalam kosa kata ayat-ayat al-Quran
bukan kebetulan. Dan pada umumnya kosa kata bahasa Arab terdiri dari tiga huruf
mati yang dibentuk dengan berbagai bentuk. Meskipun ketiga huruf tersebut
disimpan pada posisi yang berbeda, tetapi mempunyai makna dasar yang sama. Bila teori
tersebut diterapkan dalam pencarian kata al-hikmah,
maka dapat dipaparkan sebagi berikut:kata al-hikmah mempunyai tiga huruf, yakni
ha, kaf, dan mim.
Menurut Ibnu Manzhur (dalam
Ahmad, N. 2007: 159) , kata al-hikmah
berakar dari kata kerja hakama, yang
mempunyai makna dasar menolak, menjaga, atau mengendalikan. Dalam komunitas
Arab, jika ada yang nengucapkan ahkamtu
fulanan, hal ini bisa diartikan “Saya menolak mengadili si fulan karena dia
tidak berbuat jahat.” Hakamtu al-baita
(saya menjaga rumah), hakamtu al-farasa
(saya mengendalikan kuda supaya tidak lari kencang). Dalam sebuah hadits
riwayat an-Nakha’i dikatakan, “Hakim
il-yatiima kamaa tuhakkimu waladak.” (didiklah anak yatim itu sebagaimana
kamu mendidik anakmu). Dalam bentuk ism,
Ibnu Manzhur menjelaskan bahwa kata hikmah
mempunyai kesamaan makna dengan: pertama,
al-hakamah (kendali yang dipakai pada mulut kuda supaya joki bisa
mengendalikan kudanya). Kedua, al-hukm,
(aturan yang digunakan untuk membentengi orang yang berbuat sewenang-wenang).
Orang berwenamg menegakkan hukum disebut al-hakim,
sedangkan yang mengendalikan pemerintahan disebut al-hukumah. Ketiga, al-kamhu
(kendali kuda). Kata ini disusun dengan urutan kaf, mim, dan ha; al-hikmah itu sendiri diartikan
dengan kata al-adl (keadilan), al-‘ilm (ilmu pengetahuan), al-fiqh (kecerdasan), al-mutqin (profesional) dan al ma’rifah (bijak).
Sementara itu, dalam al-Quran
kata hikmah terulang sebanyak dua puluh kali, yang kesemuanya dapat
dikelompokkan menjadi empat. Yaitu:
1. Hikmah yang
mengandung arti sunah (surah al-Ahzab: 34, al-Baqarah: 231 dan an-Nisaa: 113)
2. Hikmah dalam
arti kenabian (surah al-Baqarah: 251, as-Syu’ara: 21, an-Nisaa:
54, al-Qashas: 14, dan Shad: 20)
3. Hikmah dalam
pengertian metode atau pendekatan (surah an-Nahl: 125). Dalam hal ini, Al-Maraghi
berpendapat bahwa hikmah pada ayat
tersebut mengandung arti menyampaikan al-haq
(kebenaran) dengan didasari ilmu dan akal. Sementara Muhammad Natsir
menjelaskan, hikmah dalam ayat
tersebut dengan kemampuan seseorang untuk memilih cara yang tepat dalam
menyampaikan pesan sesuai dengantuntutan situasi dan kondisi.
4.
Hikmah dalam arti ilmu yang benar dan
sehat (surat al-baqarah: 269). Dalam mengapresiasi ayat tersebut, Al-Maraghi berpendapat
bahwa hikmah berarti ilmu yang
bermanfaat dan tertanam dalam jiwa serta mendorong kepad amal untuk kebahagiaan
dunia dan akhirat. Sementara menurut Muhammad ‘Abduh, hikmah adalah memahamkan rahasia dan faidah tiap-tiap sesuatu.
Menurut Rasyid Ridha, hikmah adalah
ilmu yang shahih, yang menggerakan
kemauan untuk mengamalkan sesuatu yang bermanfaat. Lebih lanjut, Wahbah Zuhaily
menjelaskan kata hikmah dalam ayat
tersebut dengan mengutip pendapat As-Sa’di yang menyatakan bahwa hikmah adalah nubuwwah (kenabian); Ibnu ‘Abbas, yang menyatakan bahwa hikmah adalah tafaqquh fi-addin (memahami agama); Qatadah, yang menyatakan bahwa hikmah adalah tafaqquh fil-quran (memahami al-Quran); Mujahid, yang
mendefinisikan bahwa hikmah adalah
menyampaikan al-haq (kebenaran)dengan
dasar ilmu dan akal; dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa hikmah adalah kecerdasan dalam beragama. Sedang Malik bin Anas
menjelaskan bahwa hikmah adalah pemahaman
yang benar terhadap agama yang dibarengi ketaatan.
Sementara itu, Mulla Shadra (dalam Ahmad, N. 2007:
160), mengelompokkan kata hikmah dalam al-Quran menjadi empat pengertian,
yaitu:
1. Hikmah bisa berarti nasihat-nasihat al-Quran, sebagaimana
firman Allah dalam Q.S an-Nisaa ayat 113
Artinya:
Sekiranya bukan karena karunia Allah
dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras
untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri,
dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena)
Allah telah menurunkan kitab dan Hikmah kepadamu, dan telah mengajarkan
kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar
atasmu.”( Depag RI, 1989: 140)
Dalam
surat ‘Ali Imran ayat 164
:Artinya
Sungguh Allah telah memberi karunia
kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang
Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab dan
Al hikmah. dan Sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.(Depag RI, 1989: 104)
2. Hikmah yang
mengandung arti pemahaman dan ilmu. Hal ini dapat dilihat
dalam firman-Nya dalam Q.S Maryam: 12
Artinya:
Hai
Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan
kepadanya hikmah (kenabian atau pemahaman) selagi ia masih kanak-kanak,” (Depag
RI, 1989: 463)
Dalam Q.S Luqman: 12
Artinya:
Dan Sesungguhnya telah Kami berikan
hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa
yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya
sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji".(Depag RI, 1989: 654)
Dan dalam Q.S al-An’am: 89
:Artinya
Mereka Itulah orang-orang yang telah Kami berikan kitab, hikmat dan
kenabian jika orang-orang (Quraisy) itu mengingkarinya, Maka Sesungguhnya Kami
akan menyerahkannya kepada kaum yang sekali-kali tidak akan
mengingkarinya.(Depag RI, 1989: 201)
3. Hikmah dalam pengertian kenabian
Dalam Q.S al-Baqarah: 251
Mereka (tentara Thalut) mengalahkan
tentara Jalut dengan izin Allah dan (dalam peperangan itu) Daud membunuh Jalut,
kemudian Allah memberikan kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah (kenabian)
(sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang
dikehendaki-Nya. seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian umat
manusia dengan sebagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. tetapi Allah
mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam.(Depag RI, 1989: 61)
4. Hikmah bisa
berarti al-Quran yang di dalamnya mengandung keajaiban dan dipenuhi
rahasia-rahasianya. Hal ini bisa dicermati dalam firman-Nya dalam Q.S
an-Nahl: 125
:Artinya
Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah (perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan
antara yang hak dan yang batil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk
Dalam
Q.S al-Baqarah: 269
Allah
menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah)
kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia
benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kisah Lukman muncul sebagai petunjuk bagi orang tua dalam
mendidik anaknya. Karena orang tua merupakan pendidik pertama bagi
anak-anaknya, maka ia harus mempunyai sifat:
1. Shidiq, yang berarti jujur. Sifat shidiq ini mencakup: pertama,jujur terhadap
diri sendiri dalam arti keterbukaan
jiwa dan tidak pernah mau menggadaikan makna hidupnya untuk perbuatan yang
bertentangan dengan keyakinan. Kedua, jujur terhadap
orang lain; dalam arti berkata dan berbuat benar, juga memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya untuk orang lain. Ketiga,
jujur kepada Allah swt., dalam arti seluruh kegiatan termotivasi hanya untuk
ibadah kepada-Nya. Dari shidiq inilah
para guru bertanggungjawab kepada Allah swt.
2. Istiqamah. Sifat terpuji ini meliputi
tiga tahapan: pertama, taqwim yang berarti menegakkan atau
membentuk sesuatu. Taqwim ini
menyangkut kedisiplinan hidup. Kedua, iqomah yang berarti penyempurnaan proses.
Ketiga, istiqamah yang berarti tinakan yang mendekatkandiri kapada Allah swt.
dari sikap istiqamah ini akan melahirkan guru kreatif yang berdedikasi tinggi
dan menjadi teladan anak didiknya.
3. Fathanah, yang berarti kecerdasan.
Kecerdasan ini meliputi kecerdasan intelektual, emosional, dan terutama
spritual. Dari guru yang memiliki fathanah
demikian akan melahirkan anak-anak cerdas dan berakhlak mulia.
4. Amanah, bisa dipercaya, menghormati,
dihormati, dan memberi rasa nyaman kepada orang lain. Jika seorang guru, ia
memberi rasa damai kepada muridnya; jika orang tua, ia memberi rasa aman kepada
anknya; dan jika pemerintah memberi rasa aman kepada rakyatnya.
5. Tabligh, menyampaikan. Sifat tabligh yang harus dimiliki para
pendidik meliputi: pertama, kemampuan
berkomunikasi dengan peserta didik (communication
skill). Kedua, kepemimpinan (leader ship). Ketiga, pengembangan
dan peningkatan kualitas sumber daya insani (human ressources development). Dan keempat, kemampuan diri untuk mengelola sesuatu (managerial skill).
2. 2 Tujuan Pendidikan Keluarga Mencapai Martabat Hamba yang
Bersyukur
Tujuan merupakan salah satu hal yang
sangat penting dalam pendidikan, terlebih dalam pendidikan anak. Dengan adanya
tujuan, orang tua akan mempunyai orientasi dan dengannya pula akan mempermudah
dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Jika dalam mendidik anaknya seorang bapak tidak mempunyai tujuan yang jelas,
sudah dapat dipastikan ia akan tersesat dan menyesatkan. Berkaitan dengan hal
ini, dalm surah Luqman ayat 12-13, kata kunci yang berkaitan dengan tujuan
adalah kata asykur yang termaktub
setelah kata al-hikmah. Kata asykur mempunyai tiga huruf dasar yakni syin, kaf, dan ra, yang mengandung makna dasar bergerak, tumbuh, dan berkembang.
Menurut Ibnu Manzhur, dari
ketiga huruf tersebut terbentuk kata: Pertama,
syakira, yang biasa digunakan untuk binatang unta betina yang mulai tumbuh
susunya. Jika orang Arab mengatakan, “Syakir
un-naqata,” artinya unta betina itu berkembang dengan baik. Kedua, syakkara, yang berarti tumguh
tunas. Kalau orang Arab mengatakan, “Syakkar
an-nabat,” artinya tanaman itu mulai bertunas atau berkembang. Ketiga, isytakara, yang berarti bertiup
dengan kencang. Jika orang Arab mengatakan, “Isytakar
ar-riyahu,” artinya: angin bertiup dengan kencang. Keempat, syakir, artinya rambut atau bulu yang baru tumbuh dan bila
kata sykir diidopatkan kepada kata
sesudahnya seperti sykur ul-baqarah,
artinya anak unta yang baru dilahirkan. Kelima,
kasyira, yang berarti orang yang lari dengan kencang. Keenam, kasyara, berarti orang yang menggerakkan giginya atau
nyengir. Kedelapan, asyakuru, yang berarti kemaluan wanita.
Sementara itu al-Maraghi menerjemahkan kata as-syukru dengan at-thaa’atu (keta’atan). Sedangkan Wahbah Zuhayli mendefinisikan
syukur dengan memuji dan taat kepada Allah serta menggunakan seluruh anggota
badan dalam kegiatan yang diridhai Allah. Berbeda dengan al-Maraghi dan Wahbah
Zuhayli, ‘Abdurrahman al-Maqdisi menjelaskan pengertian as-syukru dengan bersandar pada hadits riwayat al-Bukhari dari
‘Aisyah. Pada suatu malam Rasulullah melaksanakan shalat malam
sangat lama, sehingga terlihat kakinya bengkak. ‘Aisyah bertanya, “Ya Rasul,
bukankah Allah telah mengampuni dosamu yang laliu maupun yang akan datang?”.
Rasul pun menjawab, “Afalaa akuunu “abdan
syakuura?”. Berdasarkan hadits tersebut, syukur didefinisikan dengan menggunakan seluruh nikmat pada tempat
yang diridhai Allah, baik dengan hati, lisan maupun anggota badan lainnya.
Senada dengan al-Maqdisi, al-Jurjani menjelaskan bahwa syukur adalah mengerhkan seluruh potensi untuk beribadah kepada
Allah. Kalau as-syaakir adalah orang
yang bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan, sedangkan as-syakuur adalah orang yang bersabar ketika mendapatkan musibah.
Jika konsep syukur dikaitkan
dengan tujuan pendidikan pada umumnya dan pendidikan keluarga pada
khususnya, maka dapat dirumuskan bahwa tujuan pendidikan menurut ayat ini
adalah menumbuhkembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak dalam ketaatan
kepada Allah (Ahmad, N. 2007: 165)
2. 3 Akidah Merupakan
Kurikulum Pertama dalam Pendidikan Keluarga
Pada ayat 12 Allah menjelaskan profil Lukman sebagai
manusia biasa, bukan nabi, namun ia memperoleh anugerah al-hikmah dari Allah. Dengan al-hikmah ia mendidik anaknya menjadi hamba Allah yang senantias
bersyukur. Langkah-langkah Lukman dalam upaya mencapai ‘abdan syakuura dijelaskan dalam ayat 13 sampai ayat 19. namun
kalau kita lihat rangkaian pembelajaran yang dilakukan Lukman, yang pertama
disampaikan adalah materi aqidah, yaitu larangan berbuat syirik
:Artinya
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata
kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar.
Isi kurikulum pertama yang disampaikan Lukman pada
putranya adalah keimanan dengan larangan berbuat syirik kepada Allah. Menurut Ibnu
Manzhur, kata asy-syirku (syaraka) terdiri dari tiga huruf: syin, ra, dan kaf. Kata yang dibangun
oleh ketiga huruf tadi mempunyai arti bercampur. Dari kata-kata
tersebut terbentuk kata: pertama, asy
syirkatu, yang berarti perkumpulan atau perusahaan patungan. Kedua, asy-syaraka,yang berarti tali
yang dianyam menjadi jala atau perangkap. Ketiga,
lathaamun syuraakiyyun, yang artinya tamparan yang dikombinasi dengan
pukulan. Keempat, syurukun, yang
berarti jalan yang bercabang. Kelima,
syarika, yang berarti putus tali ikatan. Keenam, rajulun musytarikun, berarti orang yang mengigau. Dari
makna dasar ini, Saleh Fauzan mendefinisikan asy-syirku (syirik) dengan penyimpangan dalam ibadah kepada Allah.
Selanjutnya Fauzan membagi syirik menjadi dua macam: Pertama, syirik akbar, yakni yang dapat mengeluarkan seseorang dari
agama Islam; dan kedua, syirik asghar, yakni
penyimpangan dalam perilaku beribadah. Larangan syirik yang disertai ancaman
merupakan keharusan hanya taat dan bertauhid kepada Allah. Jika ayat larangan
syirik dikaitkan dengan dengan konsep taskhir
dalam surah Luqman ayat 20, maka dapat dipahami bahwa syirik berarti manusia
tunduk kepada alam atau dikuasai alam; dan jika manusia dikuasai alam, maka
diidentikan dengan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan. Padahal, tauhid
menuntut manusia yang harus menguasai alam. Konsekuensi dari tauhid: manusia
harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi berdasar hukum alam sehingga
benar-benar menjadi khlifah di muka bumi.
Dari segi
redaksi, ayat tersebut diawali dengan kata yaa
bunayya. Dalam bahasa Arab ini termasuk at-tasghir
lil-isyfaq wa tahabbub, yaitu panggilan kesayangan yang menunjukkan rasa
cinta amat dalam dari orang tua kepada anaknya. Ayat ini mengindikasikan bahwa
seorang pendidik yang baik harus memahami karakteristik anak didiknya serta
menghargainya dengan baik. Larangan beruat syirik diungkapkan dengan fiil mudhari, yang mengindikasikan lil-istimrar, dalam arti sejak dini para
pendidik harus menciptakan lingkungan yang kondusif agar terbebas dari situasi
dan kondisi yang menjerumuskan pada kemusyrikan, serta mendorong anak didiknya
agar terus menerus mencari ilmu.(Ahmad, N. 2007: 166)