Here I am

Minggu, 21 Juni 2015

Laa yukallifullahu nafsan illa wus’ahaa

Kalimat awal di akhir surah Al baqarah ini sungguh sangat berarti. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Allah yang menciptakan mahluk, pencipta alam semesta, tentu sangat paham betul tentang kekuatan atau kesanggupan dari mahluknya dalam menerima beban. Sesuai dengan ayat ini berarti seberat apapun beban yang pernah kita terima sampai detik ini, tentu dimata Allah masih merupakan beban yang masih sanggup kita pikul. Alangkah bijaknya kita sebagai orang yang beriman, yang selalu yakin dan percaya akan datangnya bantuan Allah selalu yakin pada ayat ini. Ayat ini sungguh indah bila kita ingat ketika kita merasakan beban yang sangat berat sedang menimpa kita. Apakah itu beban (masalah) keluarga, masalah ekonomi, masalah sosial, serta beribu-ribu masalah lainnya. Hendaknya kita selalu berpedoman pada kalimat di awal ayat ini. Di bagian akhir dari ayat ini, Allah juga mengajarkan kepada kita sebuah doa yang sangat indah bila kita mau mengamalkannya. Doa itu adalah: Ya Rab kami, janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan Ya Rab kami, janganlah engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami Ya Rab kami, janganlah engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami, maka tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir. (Al-baqarah(2); 286). Minggu ini kembali harian ibukota memberitakan kisah pilu anak manusia di belantara ibukota yang konon kabarnya lebih kejam dari ibutiri. Setelah ditolak beberapa rumah sakit, akhirnya Zulfikri diterima di salah satu rumah sakit di Jakarta. Saat diterima di rumah sakit Harapan Bunda, kondisinya tubuhnya sudah kuning dan mulutnya mengeluarkan busa. Sungguh suatu perjuangan yang sangat melelahkan untuk mendapatkan sebuah pertolongan pertama buat bayi yang sudah demikian sekarat. Sungguh suatu kesabaran yang mengagumkan telah ditunjukkan oleh orang tua Zulfikri. Allah sungguh Maha besar, sebagaimana janji Allah di surah lain, yaitu surah Al-Insyirah (94):5-6. Di dua ayat ini Allah berfirman yang maknanya: Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Melihat dua ayat di atas, jelas Allah tidak akan berbohong terhadap firman-firmannya. Kembali kita bisa mengambil pelajaran dari keluarga orang tua Zulfikri, betapapun sulitnya mereka. Mereka tetap berihtiar, seperti yang selalu kita dengar pepatah ihtiarun wajibun. Ihtiar itu hukumnya wajib, sementara keputusan akhir semuanya kita serahkan kepada Allah SWT yang menciptakan kita semua. Allah menunjukkan kebesarannya, sekaligus membuktikan dua ayat di atas kepada keluarga Zulfikri. Subhanallah, setelah diberitakan dimedia masa, banyak tanggapan yang masuk dan ingin membantu keluarga Zulfikri. Menurut berita, dikabarkan bahwa ada sebuah yayasan yang akan menanggung semua biaya Zulfikri selama di rumah sakit. Selanjutnya yayasan tersebut juga akan membiayai Zulfikri sampai dia besar nanti. Sunggu berita yang mengharukan, semua keletihan yang dirasakan keluarga Zulfikri saat berkeliling Jakarta mencari rumah sakit seakan hilang dengan adanya berita gembira ini. Kembali banyak hal yang kita bisa ambil pelajaran dari cerita keluarga ini. Semoga matahati kita selalu terbuka untuk dapat merasakan kepedihan yang diderita oleh saudara kita. Semoga kita juga masih mau belajar banyak dari kejadian ini. Semoga Allah selalu melindungi kita, dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mata hati kita tidak dapat melihat dan belajar dari kejadian-kejadian ini.

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI USIA

Download Button

Senin, 15 Juni 2015

Bercanda Yang Syar’i

Bercanda merupakan salah satu hobi semua kalangan, baik itu anak-anak maupun orang tua, laki-laki atau perempuan, penarik becak atau kuli batu, terlebih lagi para generasi muda.
Karena begitu tersebarnya kegemaran dan hobi canda ini di masyarakat Indonesia Raya, sampai-sampai dijadikan profesi oleh sebagian orang. Nah, muncullah di sana grup-grup lawak dan banyolan, ludruk, kelompok musik humor, pantomin, film-film humor, promosi dan media massa yang dihiasi dengan humor. Bukan cuma lewat media audio-visual, bahkan juga lewat karya tulis, dan buku-buku. Lebih ironisnya lagi kegemaran bercanda ini digunakan oleh sebagian kiai dan ustadz untuk menarik massa, pemanis retorika dalam berceramah dan berkhutbah sehingga menjadi ciri khas bagi dirinya. Tak heran jika disana ada sebagian pelawak dan artis jadi ustadz. Sangat menyedihkan sekali……
Allah ta’ala berfirman :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيراً (الأحزاب : 21)

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah
 Shallallahu ‘Alaihi Wasallam suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah ta’ala”.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sosok terbaik dalam menerapkan perintah dan tuntunan Allah Ta’ala. Sekalipun beliau pernah bercanda, namun canda bukanlah kebiasaan rutinnya, apalagi jadi profesinya. Silahkan dengarkan sahabat Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu bertutur dalam menggambarkan pribadi dan akhlak NabiShallallahu ‘Alaihi Wasallam :
كان طويل الصمت قليل الضحك
“Beliau banyak diam dan sedikit tertawa” [1].
عن أبي هريرة رضي الله تعالى عنه قال: قالوا : يا رسول الله إنك تداعبنا؟ . قال : نعم غير أني لا أقول إلا حقا
Dari Abu Hurarah radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: mereka (para shahabat) bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Wahai Rasulullah, apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami ?, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallammenjawab: Benar, hanya saja aku tidak pernah berucap kecuali kebenaran[2]

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan:
ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم ضاحكا حتى أرى منه لهواته إنما كان يتبسم

Aku tidak pernah melihat Rasulullah
 Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa terbahak-bahak hingga terlihat lidahnya, akan tetapi beliau hanya tersenyum.[3]
BEBERAPA CONTOH DARI CANDA RASULULLAH Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah memanggil Anas bin Malik dengan [4]يا ذاالأذنين , begitu juga beliau mencandai Abu Umair,[5] mencandai seorang pria dusun bernama zahir bin haram[6], menaikkan seorang laki-laki diatas seekor anak  unta[7], dan sering kali bercanda menggoda Aisyah, begitu juga beliau memerintahkan Jabir untuk mencari yang masih gadis untuk dicandai dan diajak tertawa[8].
HUKUM BERSENDAU GURAU
Karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah sebagai sosok suritauladan dan panutan, dan beliau juga bercanda sebagaiman tersebut diatas, maka hukumnya adalah mubah bagi mu’min dan mu’minah. Terlebih jika dipandang perlu, seperti mengendorkan suasana yang menegang, mempererat kasih sayang antar anggota keluarga dan lain-lain.
Walaupun bercanda itu boleh, akan tetapi disana ada benang-benang merah yang tidak boleh dilewati yang diletakkan oleh syariat agar kita tidak terlalu jauh melangkah, bahkan melampau batas.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
لا تكثروا الضحك, فإن كثرة الضحك تميت القلب

“Janganlah kalian memperbanyak tertawa karena memperbanyak tertawa bisa mematikan hati”
 [9].
Diantara hal yang dilarang dalam syariat ketika bercanda adalah:
§   Menyinggung Allah, Rasul-Nya dan syari’at-Nya.
Seperti orang-orang yahudi mengatakan tentang dzat Allah ta’la, bahwasannya tangan Allah itu terbelenggu, atau kaum Nuh u yang mengolok-oloknya, juga orang-orang munafik yang dicap oleh Allah dengan kekufuran karena mereka mengolok-olok Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para shahabat, atau celotehan orang-prang ahlul bida’ dan ahlul ahwa’ yang sangat alergi mendengar kata-kata sunnah.Wal’iyadzubillah….
§   Merendahkan Orang Lain
Baik dengan meniru-niru gayanya agar orang tertawa, atau dengan cara lainnya.
§   Dusta Demi Canda
ويل للذي يحدث فيكذب ليضحك به الناس ويل له ويل له
Celakalah bagi yang berkata dusta agar orang-orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.[10]
Demikian, mudah-mudahan bisa menjadi bahan renungan agar kita tidak kebablasan dalam bercanda, sehingga hati kita menjadi mati-Wal’iadzubillah- dan tertutup dari jalan hidayah. Wallahu a’lam.


Catatan kaki    (↵ kembali ke teks)
  1. HR. Ahmad dalam Al-Musnad (5/88) dan dishahihkan Al-Albany dalam Shahih Al-Jami (4822)
  2. HR. Al Bukhari dalam Adabul Mufrod (265), Al Tirmidzi (1990), Ahmad (8462) dan di shahihkan oleh Al Bani
  3. HR Al Bukhari dan Muslim
  4. HR Al Tirmidzi, Ahmad dan Abu Daud. Lihat shahih al jami’ (7909)
  5. HR Abu Daud
  6. HR Ahmad, Al Tirmidzi dan Baghowi dalam Syarhus sunnah.
  7. HR Abu Daud dan Al Tirmidzi
  8. HR Al Bukhori dan Muslim
  9. HR. Ahmad (8081), At-Tirmidzy (2305), Ibnu Majah (4193), dan lainnya. Lihat Ash-Shahihah.
  10. HR Al Darimi (66), dan Al Baihaki dalam sunan al kubro (20614)